Selasa, 26 Oktober 2010

Tsunami Sapu Mentawai 112 Tewas 502 Hilang

PADANG(SINDO) – Bencana alam silih berganti melanda Indonesia.Setelah banjir bandang di Wasior, Papua Barat,tsunami setinggi tiga meter menghantam Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat (Sumbar),Senin malam (25/10).
Bencana alam yang diawali gempa bumi berkekuatan 7,2 Skala Richter (SR) itu mengakibatkan 112 orang tewas dan 502 hilang. Data jumlah korban itu terungkap dalam rapat koordinasi penanggulangan gempa dan tsunami Mentawai yang dipimpin Gubernur Sumbar Irwan Prayitno dan dihadiri Bupati Mentawai, Edison Saleuleubaja, di Padang tadi malam. Ribuan warga Mentawai dilaporkan mengungsi ke berbagai lokasi yang lebih aman. Pengiriman bantuan ke lokasi bencana masih terkendala cuaca buruk di perairan Laut Mentawai. Upaya pencarian terhadap korban tsunami masih dilakukan,sehingga kemungkinan data jumlah korban masih bisa berubah.

“ Tim gabungan masihberupaya mencarikorban yang hilang di titiktitik yang diduga terkena dampak bencana tsunami,” kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar Harmensyah saat dihubungi SINDOtadi malam. Gempa bumi berkekuatan 7,2 SR mengguncang Kabupaten Mentawai, Sumatera Barat (Sumbar), Senin (25/10) malam pukul 21.42 WIB. Pusat gempa berada di 3.61 Lintang Selatan - 99.93 Bujur Timur dan berkedalaman 10 km.Gempa berlokasi 78 km barat daya Pagai Selatan,Mentawai. Kondisi Kabupaten Kepulauan Mentawai pascagelombang tsunami kemarin memprihatinkan.

Menurut keterangan Ketua DPRD Mentawai Hendri Dori, masyarakat di Kepulauan Mentawai, khususnya di Kecamatan Pagai Utara dan Pagai Selatan sudah kehabisan makanan karena persediaan yang ada di rumah dan di warung lenyap tersapu tsunami.“Untuk menyambung hidup mereka harus makan ubi, talas, dan dedaunan. Mereka juga butuh kantong mayat,”katanya. Sampai saat ini tim dari Basarnas, dibantu TNI, masih berusaha menembus lokasi kejadian yang cukup sulit dijangkau. Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mudjiarto menyatakan kemarin sore telah memberangkatkan Tim Kesehatan Sumbar sebanyak 12 orang dan perlengkapannya menuju Kepulauan Mentawai.

Mereka terdiri atas satu dokter ahli bedah, dua asisten dokter bedah, satu ahli anestesi, satu perawat anestesi,dua perawat gadar, satu dokter umum, satu ahli gizi, satu orang surveilan, dan dua staf logistik. “Bersama itu juga dikirimkan obat-obatan dan 200 kantong mayat,” ujarnya lewat pesan singkat kepada SINDO. Berbeda dengan data BPBD Sumbar, menurut Kementerian Kesehatan, data sementara yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Sumbar hingga pukul 20.00 WIB tadi malam menyebutkan jumlah korban tewas akibat gempa dan tsunami di kabupaten Kepulauan Mentawai mencapai 113 orang. Rinciannya, 20 orang di Kecamatan Pagai Selatan,58 orang di Kecamatan Pagai Utara,18 orang di Kecamatan Sipora Selatan, dan 7 orang di Kecamatan Sikakap.

Total korban hilang sebanyak 150 orang,dengan angka terbanyak di Pagai Utara (140 orang).Sisanya 5 orang di Sipora,4 orang di Pagai Selatan, dan 1 orang di Sikakap. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) langsung melakukan koordinasi dan pendampingan kepada BPBD Sumbar untuk melakukan evakuasi pengungsi dan korban tewas.“Kami menggerakkan tim dari pusat untuk melakukan pendampingan dan koordinasi penanggulangan, termasuk mengoordinasikan pemberian bantuan. Untuk bencana Mentawai ini,Pak Kepala (Syamsul Maarif) sudah langsung ke sana,” kata anggota tim reaksi cepat BNPB Furqon Hafidz yang menjaga posko BNPB di Jakarta kemarin.

Personel BNPB yang dikerahkan ke Mentawai sampai saat ini belum ditentukan karena masih melihat kebutuhan pendampingan dan koordinasi.BNPB juga terus memonitor bencana yang terjadi secara berantai. Dari longsor di Wasior, Papua Barat; Letusan Gunung Merapi di Yogyakarta; maupun bencana gempa dan tsunami di Mentawai. Dari luar negeri, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mempertimbangkan untuk mempersingkat kunjungan kerjanya di Vietnam lantaran bencana tsunami di Mentawai dan letusan Gunung Merapi. Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan bahwa Presiden terus memantau perkembangan di Tanah Air,terutama tentang penanganan tanggap darurat di Mentawai.

“Sampai saat ini Presiden masih menunggu laporan dari Wapres, terutama setelah Wapres berkunjung ke Mentawai Rabu pagi. Jadi sampai sekarang masih jadi pertimbangan untuk kembali ke Jakarta dengan cepat,”ujar Julian yang berada di Hanoi kepada SINDO tadi malam. Presiden SBY dan rombongan Senin (25/10) lalu bertolak ke China dan Vietnam dalam rangka kunjungan kerja dan menghadiri KTT ASEAN.Gempa bumi berkekuatan 7,2 SR yang disertai tsunami di Mentawai membuat Presiden segera menggelar rapat koordinasi terbatas di hotel tempat rombongan menginap. Dalam rapat tersebut Presiden juga secara langsung berkomunikasi dengan Wapres Boediono.

Julian mengatakan, Presiden SBY mendapatkan kabar dari Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif tentang korban tsunami di Mentawai dan meletusnya Gunung Merapi saat Presiden masih dalam penerbangan dari China menuju Hanoi, Vietnam. Rapat tadi malam berlangsung selama hampir 1,5 jam dan diikuti oleh seluruh menteri yang ikut dalam rombongan. Presiden menginstruksikan TNI Angkatan Udara segera menerjunkan bantuan ke Mentawai agar proses evakuasi korban bisa berjalan dengan baik. “Mentawai wilayah yang agak sulit terjangkau selain dengan angkutan laut dan udara. Karena itu bantuan ke Mentawai harus dipercepat melalui udara dan TNI AU diinstruksikan untuk sepenuhnya membantu,”paparnya.

Sulit Diprediksi

Kepala Pusat Seismologi Teknik dan Geopotensial Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Soehardjono mengatakan, salah satu kelemahan dalam memprediksi terjadinya gempa di Indonesia adalah kurangnya info dan analisis sejarah gempa yang terjadi sejak puluhan maupun ratusan tahun sebelumnya.Padahal, info sejarah sangat penting mengingat bencana gempa adalah proses yang terus terjadi di kawasan seperti Pulau Sumatera yang mempertemukan lempeng Asia dan lempeng Australia.

“Yang jelas di Pulau Sumatera ada potensi gempa karena pertemuan dua lempeng tadi.Hanya,kapan dan berapa besar gempa yang terjadi tentu harus kita analisis dari sejarah karena pergeseran lempeng umumnya terjadi secara periodik,” ujarnya. Lebih jauh dia menjelaskan, terjadinya rentetan bencana gempa di Pulau Sumatera sangat mungkin sebagai ulangan kejadian serupa pada ratusan bahkan ribuan tahun sebelumnya.Karena itu, upaya yang dilakukan BMKG saat ini adalah menganalisis sejarah dan terus mencatat setiap kejadian terkait gerak lempeng tersebut.

Sebagai langkah penanggulangan BMKG memberi informasi cepat dalam hitungan empat sampai lima menit untuk menyampaikan kemungkinan kerusakan dan bencana susulan yang bisa ditimbulkan. Baik berupa kemungkinan kerusakan rumah dan gedung dilihat dari kerasnya guncangan, maupun potensi air pasang ataupun tsunami jika gempa tersebut terjadi di laut. (mohammad sahlan/ rarasati syarief/inda s)

Sumber :  http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/360135/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar