Jajak pendapat merupakan bentuk produk industri jurnalistik sekaligus produk demokrasi di mana setiap warga memiliki hak asasi berpendapat. Jajak pendapat dapat dilakukan lewat berbagai cara, salah satu di antaranya adalah dengan memublikasikan suatu topik ke masyarakat demi memancing masukan pendapat publik.
Beraneka ragam topik jajak pendapat dilempar ke publik. Mulai dari masalah korupsi sampai perselingkuhan di dalam rumah tangga rakyat biasa hingga mereka yang disebut selebritas. Menarik, adalah jajak pendapat yang dilakukan sebuah media cetak skala nasional dengan topik “Bolehkah para penegak hukum merokok di tempat umum ”. Sekilas,jajak pendapat soal perilaku para penegak hukum larangan merokok di tempat umum itu terkesan biasa.
Maka wajar dan layak menjadi topik jajak pendapat. Namun apabila direnung lebih mendalam, maka terkesan bahwa topik jajak pendapat itu janggal sebab tidak logis, mengada- ada,bahkan tidak senonoh. Topik jajak pendapat “Bolehkah para penegak hukum merokok di tempat umum ” pada masa dan lokasi yang resmi terlarang untuk merokok terkesan kurang layak dijadikan jajak pendapat. Sama seperti misalnya jajak pendapat tentang apakah para hakim boleh melakukan perbuatan kriminal.
Atau ulama boleh berzinah. Bolehkah para anggota DPR berbondong-bondong berpesiar ke luar negeri dengan alasan studi banding? Bolehkah gedung DPR dibangun dengan perlengkapan spa, pusat kebugaran, dan kolamrenang? Bolehkah seorang polisi lalu lintas melanggar peraturan lalu lintas? Bolehkah rombongan presiden membuat lalu lintas yang sudah macet menjadi makin macet? Bolehkah para anggota KPK melakukan korupsi? Bolehkah seorang ayah mencabuli putri kandungnya?
Bolehkah seorang ibu membunuh bayinya yang cacat? Dan tersedia berlimpah ruah contoh pertanyaan yang pada hakikatnya tidak layak dipertanyakan, apalagi menjadi topik jajak pendapat khalayak ramai. Sebab, merupakan topik yang sudah memang sewajarnya maka sangat tidak layak untuk masih dipertanyakan, diperbincangkan, diperdebatkan, apalagi diperjajakpendapatkan.
Namun apabila direnung lebih jauh, terutama dengan menyimak apa yang benar-benar terjadi pada kenyataan, maka sebenarnya topik-topik yang seharusnya tidak layak diperjajakpendapatkan itu ternyata pada kenyataan malah benar-benar terjadi. Pada kenyataan memang ada saja hakim yang berperilaku kriminal, ulama berzinah, anggota DPR pesiar ke luar negeri dengan dalih studi banding,
rencana pembangunan gedung DPR dengan spa, pusat kebugaran dan kolam renang (meski untung dibatalkan), polisi lalu lintas melanggar peraturan lalu lintas, rombongan presiden membuat lalu-lintas macet makin macet, anggota KPK dituduh korupsi, ayah mencabuli putri kandungnya, atau ibu membunuh bayinya yang cacat atau ini dan itu. Maka memang wajar apabila ada penegak hukum yang merokok di tempat umum.
Jika perjajakpendapatan dilakukan demi mengetahui pendapat masyarakat mengenai senonoh tidaknya perilaku yang sebenarnya tidak senonoh, seharusnya tidak masih diperjajakpendapatkan. Namun sayang setriliun sayang,ternyata memang dilakukan pada kenyataan yang konon menurut ramalan Jayabaya disebut zaman edan ini! (*)
Sumber :
JAYA SUPRANA
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/359359/http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/359359/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar