SLEMAN(SINDO) – Intensitas guguran material dan gempa di Gunung Merapi terus meningkat.Bahkan suara gemuruh guguran material juga makin sering terdengar hingga ke desa-desa sekitar lereng Merapi. Namun karena sejak Sabtu (23/10) hingga Minggu (24/10) Merapi tertutup kabut, pemantauan visual Merapi sangat sulit dilakukan. Sehingga untuk mengetahui apakah kubah lava sudah terbentuk atau belum, hingga kemarin belum bisa diketahui.
“Kubah lava terbentuk atau belum, kami belum dapat terpantau. Karena terhalang oleh kabut,” kata kepala pusat vulkanologi dan mitigasi bencana geologi (PVMBG) Kementerian ESDM, Surono kepada Seputar Indonesia (SINDO),kemarin. Terus meningkatkan aktifivitas Merapi juga belum berubah. Dari data di Pos Pengamatan Gunung Merapi (PGM) jelas menunjukkan bahwa aktivitas Merapi terus menunjukkan peningkatan signifikan, terutama gempa multi phase (MP), dan gempa guguran.
Bahkan gempa tektonik dan gempa low frequency (LF) juga sudah muncul. Munculnya LF ini menandakan adanya peningkatan aktivitas aliran fluida magma di dalam gunung. Fluida magma tersebut bisa berwujud gas atau magma.“ Pada prinsipnya,aktivitas kegempaan terutama guguran lava Merapi terus mengalami peningkatan,” terangnya. Petugas PGM Kaliurang Triyono membenarkan hal tersebut.
Ia mengaku agak kesulitan mengamati kondisi visual Merapi akibat kabut tebal yang menyelimuti puncak gunung teraktif di dunia itu sejak kemarin.Apalagi web camera (CCTV) di Plawangan, Kaliurang visualnya juga tertutup kabut. “Selain pertumbuhan kubah, untuk perkembangan deformasi juga belum bisa dipantau,dan juga meskipun sudah ada guguran lava, namun belum pijar atau belum terlihat ada titik api diam,”akunya.
Triyono menambahkan untuk perkembangan kemarin, suara gemuruh guguran material Merapi mulai sering terdengar oleh warga di sekitar lereng Merapi,terutama sejak status Merapi menjadi siaga. Bahkan karena terlalu sering, untuk berapa frekuensinya per hari sudah tidak dapat dihitung. “Tapi untuk dapat dijadikan indikator untuk menaikkan status Merapi menjadi awas,apalagi segera erupsi, hal itu belum bisa dilakukan. Sebab untuk erupsi sendiri ada beberapa faktor.
Seperti adanya titik api, kubah lava dan awan panas,”jelasnya. Sementara itu Pemkab Sleman tengah berusaha mendapatkan bantuan dana bencana on call dari Badan Penanggulangan Bencana Nasional terkait mengantisipasi letusan Merapi. Sebab, dari kebutuhan dana penanggulangan bencana sebesar Rp9 miliar, Sleman baru memiliki Rp4,3 miliar.Atau masih mengalami kekurangan Rp4,7 miliar. Wakil Bupati Sleman Yuni Satia Rahayu mengatakan memang saat ini, pihaknya sedang mencoba mencari bantuan dana untuk menutupi kekurangan dana tanggap darurat bencana tersebut.
Namun, dengan belum terbentuknya Badan Penanggulangan Bencana Daerah di Sleman, dimungkinkan akan menjadi kendala untuk memperoelh danaon call tersebut.Dana itu akan digunakan untuk operasional dan perbaikan sejumlah infrastruktur penanggulangan bencana. “Salah satu syarat untuk bisa mendapatkan dana on call ini, daerah sudah memiliki badan penanggulang bencana, sementara Sleman belum ada,tapi kami tetap akan coba,” ungkap Yuni seusai membuka kegiatan Tour de Merapi di lapangan Pemkab Sleman, kemarin.
Terus meningkatnya gejala seismic Merapi membuat pihak berwenang menganjurkan warga menghentikan kegiatan di badan sungai yang berhulu di Gunung Merapi. Data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta kemarin tercatat guguran lava 183 kali, gempa multi phase (MP) 525, gempa vulkanik 80 kali,gempa low frekuensi 1 kali dan gempa tektonik 1 kali.“Kecenderungan seismic terus naik, saran kami jangan beraktifitas di badan sungai yang berhulu di puncak dihentikan sementara,”ujar Kepala BPPTK Subandriyo.
Dengan status aktivitas vulkanik pada level siaga,Gunung Merapi dikhawatirkan bisa terjadi luncuran awan panas. Jika terjadi luncuran maka akan mengikuti alur sungai yang ada. Sungaisungai yang mempunyai hulu di Gunung Merapi adalah Kali Woro, Gendol, Kuning, Boyong, Bedog, Krasak, Putih, Lamat, Senowo, Trising,dan Kali Apu. Daerah rawan di alur sungai, menurut Subandriyo mencapai radius delapan kilometer dari puncak.
Sebenarnya kawasan paling rawan adalah kawasan yang disebut Kawasan Rawan Bencana (KRB) III dengan radius tujuh kilometer dari puncak.Namun, untuk mengantisipasi hal-hal luar biasa, BPPTK memberi jarak aman sejauh delapan kilometer. BPPTK juga menyarankan untuk menghentikan aktifitas pendakian. Berdasarkan laporan hasil pengamatan BPPTK pada Sabtu (23/10) terjadi guguran material vulkanik yang masuk ke Kali Bebeng dengan jarak luncur satu kilometer dari puncak.
Hal ini teramati dari Pos Kaliurang dan Pos Ngepos. Pos Babadan dan Kaliurang juga melaporkan adanya suara guguran sebanyak 10 kali. Asap solfatara membumbung setinggi maksimal 150 meter condong ke selatan, bias diamati dari dari Pos Ngepos dan Pos Selo. Soal titik api diam,Subandriyo mengaku belum mendapatkan data dari jajarannya.
Titik api diam merupakan tanda lava telah sampai ke puncak Gunung Merapi. Namun pihaknya tetap menelusuri informasi-informasi yang menyebutkan telah terlihat titik api diam pada bagian selatan puncak gunung. Sementara itu Badan Penanggulangan Bencana Kesbanglinmas DIY menyiapkan 285 relawan SAR dan Linmas untuk antisipasi bencana Gunung Merapi.Personel ini akan menjadi kekuatan pendukung tim yang telah disiapkan oleh Pemkab Sleman.
Kepala Bidang Penanggulangan Bencana Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) DIY, Rusdiyanto menjelaskan Pemprov DIY juga akan memberi dukungan lain berupa sarana dan prasarana untuk pekerjaan umum, tenaga dapur umum,obat-obatan dan paramedis sesuai kebutuhan.Kemudian ada juga tambahan komunikasi informasi dari Posko Utama Sleman menuju Pusdalop (Pusat Pengendalian dan Operasional) Provinsi DIY dan ke Badan Penanggulangan Bencana Pusat.
”Pemprov DIY siap memberikan dukungan kepada Kabupaten Sleman berkaitan dengan status Merapi. Namun sifat dukungan yang diberikan sampai saat ini belum berupa dana, melainkan berupa tenaga, sarana dan prasarana,’’ ujarnya. Sementara itu langkah antisipasi letusan gunung Merapi di wilayah Boyolali kemarin semakin ditingkatkan. Sebab selain ke Kali Gendol dan Kali Krasak di Sleman, guguran material Merapi berpotensi mengarah ke Kali Apu,Boyolali.
“Kami sudah menerima laporan mengenai potensi itu dari BPPTK (Balai Penyelidikan dan Pengembangan Kegunungapian),” ujar Dandim Boyolali,Letkol (Arh) Soekoso Wahyudi, kemarin. Selain itu warga juga semakin sering mendengar suara gemuruh, khususnya di Dusun Stabelan,Desa Tlogolele, Kecamatan Selo. Sementara itu,Purwono, petugas PGM di Desa Jrakah,Kecamatan Selo mengatakan selama dua hari terakhir pihaknya kesulitan memantau puncak Merapi secara visual.
Sebab cuaca berkabut terus terjadi sejak Sabtu (23/10) hingga Minggu (24/10) kemarin.Pantauan aktivitas Merapi hanya dapat dilakukan melalui seismograf digital di pos pengamatan. “Dua hari cuaca berkabut dan hujan terus. Sehingga sulit dipantau secara visual,”kata Purwono. Pihaknya membenarkan kemungkinan guguran akan mengarah ke Kali Apu.Namun sejauh ini memang belum ada rekahan yang terlihat dari arah Boyolali. Dari laporan yang diterimanya,guguran baru mengarah pada Kali Gendol dan Kali Krasak.
Dari pengamatan dua hari yang lalu, deformasi yang terlihat dari Pos Jrakah tidak terlalu signifikan. Mengenai suara gemuruh, pihaknya juga membenarkan hal itu frekuensinya terus bertambah seiring peningkatan status Merapi menjadi siaga. Namun apa yang didengar warga dimungkinkan guguran yang mengarah ke Kali Gendol atau Kali Krasak. Sebab guguran tersebut tercatat cukup besar hingga menimbulkan suara gemuruh.
Pada Minggu (24/10) mulai pukul 00.00 hingga 06.00 WIB,gempa guguran mencapai 57 kali,gempa MP sebanyak 140 kali, gempa vulkanik A tercatat dua kali, dan gempa vulkanik B sebanyak 19 kali. Selain itu juga tercatat low frekuensi sebanyak tiga kali. Pada bagian lain,Pemprov Jawa Tengah telah melakukan penghitungan anggaran lauk-pauk para pengungsi dengan prediksi dua bulan untuk tanggap darurat.
“Semua sudah disiapkan,baik itu untuk transportasi, air bersih dan MCK. Uang lauk-pauk dengan prediksi untuk keperluan dua bulan.Kebutuhan masker juga sudah disiapkan,” ujar Sekda Jateng, Hadi Prabowo saat meninjau kesiapan antisipasi bencana Merapi di Kecamatan Selo,Boyolali,kemarin. Disinggung jalur evakuasi di wilayah Boyolali yang kondisinya rusak cukup parah, Sekda menyatakan bahwa itu bakal segera diperbaiki. Untuk sementara, perbaikan dilakukan dengan pengurukan menggunakan pasir dan batu.“Jalur evakuasi memang ada yang sempit dan rusak, ini perlu dibuka.
Karena mendesak, maka segera dilakukan perbaikan, apakah itu dengan sirtu (pasir dan batu) dulu.Nanti kalau kondisinya tidak meningkat bisa ditingkatkan lagi,”tandasnya. Bupati Boyolali, Seno Samodro menambahkan cadangan dana Unit Reaksi Cepat (URC) akan diarahkan ke daerah bencana Merapi, termasuk untuk kegiatan perbaikan jalur evakuasi yang mengalami kerusakan.
Jembatan Kali Apu yang menghubungkan Desa Klakah dan Tlogolele, untuk darurat akan ditambah semen. Kemarin Sekda juga melakukan peninjauan ke Desa Jeruk Agung, Kecamatan Srumbung,Kabupaten Magelang. Dalam kunjungan itu Sekda meminta intansi terkait di Kabupaten Magelang agar membuat jalur alternatif pengungsian . (priyo setyawan/ mn latief/ratih keswara/ ary wahyu wibowo/m abduh)
“Kubah lava terbentuk atau belum, kami belum dapat terpantau. Karena terhalang oleh kabut,” kata kepala pusat vulkanologi dan mitigasi bencana geologi (PVMBG) Kementerian ESDM, Surono kepada Seputar Indonesia (SINDO),kemarin. Terus meningkatkan aktifivitas Merapi juga belum berubah. Dari data di Pos Pengamatan Gunung Merapi (PGM) jelas menunjukkan bahwa aktivitas Merapi terus menunjukkan peningkatan signifikan, terutama gempa multi phase (MP), dan gempa guguran.
Bahkan gempa tektonik dan gempa low frequency (LF) juga sudah muncul. Munculnya LF ini menandakan adanya peningkatan aktivitas aliran fluida magma di dalam gunung. Fluida magma tersebut bisa berwujud gas atau magma.“ Pada prinsipnya,aktivitas kegempaan terutama guguran lava Merapi terus mengalami peningkatan,” terangnya. Petugas PGM Kaliurang Triyono membenarkan hal tersebut.
Ia mengaku agak kesulitan mengamati kondisi visual Merapi akibat kabut tebal yang menyelimuti puncak gunung teraktif di dunia itu sejak kemarin.Apalagi web camera (CCTV) di Plawangan, Kaliurang visualnya juga tertutup kabut. “Selain pertumbuhan kubah, untuk perkembangan deformasi juga belum bisa dipantau,dan juga meskipun sudah ada guguran lava, namun belum pijar atau belum terlihat ada titik api diam,”akunya.
Triyono menambahkan untuk perkembangan kemarin, suara gemuruh guguran material Merapi mulai sering terdengar oleh warga di sekitar lereng Merapi,terutama sejak status Merapi menjadi siaga. Bahkan karena terlalu sering, untuk berapa frekuensinya per hari sudah tidak dapat dihitung. “Tapi untuk dapat dijadikan indikator untuk menaikkan status Merapi menjadi awas,apalagi segera erupsi, hal itu belum bisa dilakukan. Sebab untuk erupsi sendiri ada beberapa faktor.
Seperti adanya titik api, kubah lava dan awan panas,”jelasnya. Sementara itu Pemkab Sleman tengah berusaha mendapatkan bantuan dana bencana on call dari Badan Penanggulangan Bencana Nasional terkait mengantisipasi letusan Merapi. Sebab, dari kebutuhan dana penanggulangan bencana sebesar Rp9 miliar, Sleman baru memiliki Rp4,3 miliar.Atau masih mengalami kekurangan Rp4,7 miliar. Wakil Bupati Sleman Yuni Satia Rahayu mengatakan memang saat ini, pihaknya sedang mencoba mencari bantuan dana untuk menutupi kekurangan dana tanggap darurat bencana tersebut.
Namun, dengan belum terbentuknya Badan Penanggulangan Bencana Daerah di Sleman, dimungkinkan akan menjadi kendala untuk memperoelh danaon call tersebut.Dana itu akan digunakan untuk operasional dan perbaikan sejumlah infrastruktur penanggulangan bencana. “Salah satu syarat untuk bisa mendapatkan dana on call ini, daerah sudah memiliki badan penanggulang bencana, sementara Sleman belum ada,tapi kami tetap akan coba,” ungkap Yuni seusai membuka kegiatan Tour de Merapi di lapangan Pemkab Sleman, kemarin.
Terus meningkatnya gejala seismic Merapi membuat pihak berwenang menganjurkan warga menghentikan kegiatan di badan sungai yang berhulu di Gunung Merapi. Data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta kemarin tercatat guguran lava 183 kali, gempa multi phase (MP) 525, gempa vulkanik 80 kali,gempa low frekuensi 1 kali dan gempa tektonik 1 kali.“Kecenderungan seismic terus naik, saran kami jangan beraktifitas di badan sungai yang berhulu di puncak dihentikan sementara,”ujar Kepala BPPTK Subandriyo.
Dengan status aktivitas vulkanik pada level siaga,Gunung Merapi dikhawatirkan bisa terjadi luncuran awan panas. Jika terjadi luncuran maka akan mengikuti alur sungai yang ada. Sungaisungai yang mempunyai hulu di Gunung Merapi adalah Kali Woro, Gendol, Kuning, Boyong, Bedog, Krasak, Putih, Lamat, Senowo, Trising,dan Kali Apu. Daerah rawan di alur sungai, menurut Subandriyo mencapai radius delapan kilometer dari puncak.
Sebenarnya kawasan paling rawan adalah kawasan yang disebut Kawasan Rawan Bencana (KRB) III dengan radius tujuh kilometer dari puncak.Namun, untuk mengantisipasi hal-hal luar biasa, BPPTK memberi jarak aman sejauh delapan kilometer. BPPTK juga menyarankan untuk menghentikan aktifitas pendakian. Berdasarkan laporan hasil pengamatan BPPTK pada Sabtu (23/10) terjadi guguran material vulkanik yang masuk ke Kali Bebeng dengan jarak luncur satu kilometer dari puncak.
Hal ini teramati dari Pos Kaliurang dan Pos Ngepos. Pos Babadan dan Kaliurang juga melaporkan adanya suara guguran sebanyak 10 kali. Asap solfatara membumbung setinggi maksimal 150 meter condong ke selatan, bias diamati dari dari Pos Ngepos dan Pos Selo. Soal titik api diam,Subandriyo mengaku belum mendapatkan data dari jajarannya.
Titik api diam merupakan tanda lava telah sampai ke puncak Gunung Merapi. Namun pihaknya tetap menelusuri informasi-informasi yang menyebutkan telah terlihat titik api diam pada bagian selatan puncak gunung. Sementara itu Badan Penanggulangan Bencana Kesbanglinmas DIY menyiapkan 285 relawan SAR dan Linmas untuk antisipasi bencana Gunung Merapi.Personel ini akan menjadi kekuatan pendukung tim yang telah disiapkan oleh Pemkab Sleman.
Kepala Bidang Penanggulangan Bencana Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) DIY, Rusdiyanto menjelaskan Pemprov DIY juga akan memberi dukungan lain berupa sarana dan prasarana untuk pekerjaan umum, tenaga dapur umum,obat-obatan dan paramedis sesuai kebutuhan.Kemudian ada juga tambahan komunikasi informasi dari Posko Utama Sleman menuju Pusdalop (Pusat Pengendalian dan Operasional) Provinsi DIY dan ke Badan Penanggulangan Bencana Pusat.
”Pemprov DIY siap memberikan dukungan kepada Kabupaten Sleman berkaitan dengan status Merapi. Namun sifat dukungan yang diberikan sampai saat ini belum berupa dana, melainkan berupa tenaga, sarana dan prasarana,’’ ujarnya. Sementara itu langkah antisipasi letusan gunung Merapi di wilayah Boyolali kemarin semakin ditingkatkan. Sebab selain ke Kali Gendol dan Kali Krasak di Sleman, guguran material Merapi berpotensi mengarah ke Kali Apu,Boyolali.
“Kami sudah menerima laporan mengenai potensi itu dari BPPTK (Balai Penyelidikan dan Pengembangan Kegunungapian),” ujar Dandim Boyolali,Letkol (Arh) Soekoso Wahyudi, kemarin. Selain itu warga juga semakin sering mendengar suara gemuruh, khususnya di Dusun Stabelan,Desa Tlogolele, Kecamatan Selo. Sementara itu,Purwono, petugas PGM di Desa Jrakah,Kecamatan Selo mengatakan selama dua hari terakhir pihaknya kesulitan memantau puncak Merapi secara visual.
Sebab cuaca berkabut terus terjadi sejak Sabtu (23/10) hingga Minggu (24/10) kemarin.Pantauan aktivitas Merapi hanya dapat dilakukan melalui seismograf digital di pos pengamatan. “Dua hari cuaca berkabut dan hujan terus. Sehingga sulit dipantau secara visual,”kata Purwono. Pihaknya membenarkan kemungkinan guguran akan mengarah ke Kali Apu.Namun sejauh ini memang belum ada rekahan yang terlihat dari arah Boyolali. Dari laporan yang diterimanya,guguran baru mengarah pada Kali Gendol dan Kali Krasak.
Dari pengamatan dua hari yang lalu, deformasi yang terlihat dari Pos Jrakah tidak terlalu signifikan. Mengenai suara gemuruh, pihaknya juga membenarkan hal itu frekuensinya terus bertambah seiring peningkatan status Merapi menjadi siaga. Namun apa yang didengar warga dimungkinkan guguran yang mengarah ke Kali Gendol atau Kali Krasak. Sebab guguran tersebut tercatat cukup besar hingga menimbulkan suara gemuruh.
Pada Minggu (24/10) mulai pukul 00.00 hingga 06.00 WIB,gempa guguran mencapai 57 kali,gempa MP sebanyak 140 kali, gempa vulkanik A tercatat dua kali, dan gempa vulkanik B sebanyak 19 kali. Selain itu juga tercatat low frekuensi sebanyak tiga kali. Pada bagian lain,Pemprov Jawa Tengah telah melakukan penghitungan anggaran lauk-pauk para pengungsi dengan prediksi dua bulan untuk tanggap darurat.
“Semua sudah disiapkan,baik itu untuk transportasi, air bersih dan MCK. Uang lauk-pauk dengan prediksi untuk keperluan dua bulan.Kebutuhan masker juga sudah disiapkan,” ujar Sekda Jateng, Hadi Prabowo saat meninjau kesiapan antisipasi bencana Merapi di Kecamatan Selo,Boyolali,kemarin. Disinggung jalur evakuasi di wilayah Boyolali yang kondisinya rusak cukup parah, Sekda menyatakan bahwa itu bakal segera diperbaiki. Untuk sementara, perbaikan dilakukan dengan pengurukan menggunakan pasir dan batu.“Jalur evakuasi memang ada yang sempit dan rusak, ini perlu dibuka.
Karena mendesak, maka segera dilakukan perbaikan, apakah itu dengan sirtu (pasir dan batu) dulu.Nanti kalau kondisinya tidak meningkat bisa ditingkatkan lagi,”tandasnya. Bupati Boyolali, Seno Samodro menambahkan cadangan dana Unit Reaksi Cepat (URC) akan diarahkan ke daerah bencana Merapi, termasuk untuk kegiatan perbaikan jalur evakuasi yang mengalami kerusakan.
Jembatan Kali Apu yang menghubungkan Desa Klakah dan Tlogolele, untuk darurat akan ditambah semen. Kemarin Sekda juga melakukan peninjauan ke Desa Jeruk Agung, Kecamatan Srumbung,Kabupaten Magelang. Dalam kunjungan itu Sekda meminta intansi terkait di Kabupaten Magelang agar membuat jalur alternatif pengungsian . (priyo setyawan/ mn latief/ratih keswara/ ary wahyu wibowo/m abduh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar