Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan pejabat negara, kepala daerah, termasuk petugas keamanan untuk tidak menyikapi bentrokan di Kabupaten Tarakan, Kalimantan Timur, sebagai kasus biasa. Hingga Rabu, 29 September 2010, polisi memastikan lima orang tewas dan delapan lainnya luka-luka akibat konflik antar etnis ini.
"Saya ingatkan lagi kepada tiga pejabat (Kapolri, Panglima, Gubernur Kalimantan Timur) yang tadi pagi saya berikan instruksi, dulu kenapa peristiwa Sampit, Kalimantan Tengah, jadi meluas dan besar," kata SBY usai menerima Gubernur Aceh di Kantor Presiden, Rabu, 29 September 2010.
Penyebabnya, kata Presiden, begitu kerusuhan meletus di Sampit tidak segera dilakukan langkah-langkah yang cepat dan terpadu. Akibatnya, peristiwa berdarah yang terjadi sekitar 10 tahun lalu itu memakan korban jiwa yang tidak sedikit.
Untuk itu, penanganannya tidak boleh hanya dipasrahkan kepada TNI dan Polri. "Saya harapkan masyarakat, bupati, tokoh adat, gubernur, turun ke lapangan," SBY menegaskan.
Presiden mengimbau agar warga dua komunitas di Tarakan untuk menahan diri dan mengakhiri konflik. "Siapa yang bersalah diberi sanksi. Manakala ada pelanggaran hukum, hukum harus ditegakkan," kata SBY. Dia juga mengingatkan media agar mewartakan informasi secara obyektif dan konstruktif. "Jangan sampai menyulut, karena bisa menimbulkan peristiwa yang besar lagi."
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengaku sudah tiga kali menghubungi Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak terkait kasus ini. "Terakhir kemarin siang saya telepon lagi Gubernur katanya situasi semakin membaik, situasi bagus. Eh, tiba-tiba tadi malam terjadi lagi," kata Gamawan.
Konflik etnis
Bentrokan antar kelompok etnis di Tarakan--suku Tidung asal Tarakan Utara dan Bugis dari Sulawesi--masih berlangsung. Di Tarakan sendiri, sampai Rabu, 29 September 2010, situasi masih mencekam.
Warga berbondong-bondong mengungsi ke tempat-tempat yang dinilai aman, seperti markas Polres, Polsek, Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal), Markas Kodim 613/Raja Alam, dan Koramil. Sebagian besar terdiri dari ibu dan anak-anak. Rumor yang beredar melalui SMS, bahwa akan ada penyerangan dari rumah ke rumah, membuat warga ketakutan.
Posko PMI Kota Tarakan mencatat ada sekitar 15 ribu warga yang diungsikan. ”Hingga kini kami tetap bersiaga 24 jam untuk membantu warga,” kata Kepala PMI Kota Tarakan, Maharaja Laila Hady Candra.
Rusuh berawal dari pengeroyokan terhadap Abdul Rahmansyah, seorang warga asli, oleh lima orang yang dianggap pendatang pada hari Minggu kemarin sekitar pukul 22.30. Keesokan harinya meletus konflik terbuka antar kelompok dua etnis itu dan menewaskan tiga orang.
Bentrokan kembali pecah pada Rabu pagi. Sekitar pukul 06.16 WIB, polisi sudah melepaskan tembakan peringatan. Konflik terjadi di berbagai lokasi, di kantung-kantung dua etnis yang kini berseteru. “Pagi ini terjadi di Beringin dan Tarakan Plaza," kata Briptu Diki, petugas Polres Tarakan kepada VIVAnews.com.
Menurut pantauan VIVAnews.com di Tarakan, sekitar pukul 12.30 WIB bentrokan kembali terjadi di daerah Gunung Bata, Jalan Agus Salim. Dua kelompok saling serang sembari menghunus senjata tajam.
Kota Tarakan praktis lumpuh. Pemerintah setempat menutup kantor dan meliburkan sekolah. Toko-toko tutup dan aktivitas di pelabuhan terhenti sama sekali. Situasi kota terasa mencekam, sementara polisi melakukan pemblokiran di mana-mana--mulai dari pelabuhan, jalan darat tembus ke Tarakan dari Samarinda, Bontang, Sangata, dan Berau. "Jangan sampai ada yang masuk ke lokasi ini," kata Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Marwoto Soeto kepada VIVAnews.com.
Dari informasi yang dihimpun di lapangan, sebuah kapal yang seharusnya berlabuh tadi malam tertahan di laut. Diawasi ketat aparat Polisi Air dan Udara serta dari Lantamal, kapal itu dikabarkan berpenumpang warga dari wilayah lain yang akan masuk untuk membantu kelompok etnis tertentu.
Sementara itu, konsentrasi massa besar-besaran satu kelompok warga di Jalan Yos Sudarso, dijaga ketat aparat Garnisun dan TNI AL. Satu kelompok lainnya terkonsentrasi di Jalan Gajah Mada yang berjarak sekitar satu kilometer dari Jalan Yos Sudarso. Massa di sini dijaga ketat Brimob.
Aktivis rekonsiliasi dan perdamaian, Sabar Subekti, mewanti-wanti bentrok di Tarakan mudah meluas. Pasalnya, selama ini pulau ini menjadi pintu masuk bagi berbagai senjata selundupan.
Pasukan tambahan
Untuk mengendalikan situasi, Polri telah memberangkatkan 172 personel tambahan. Menurut Wakil Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigjen I Ketut Untung Yoga Ana mereka diberangkatkan Rabu pukul 03.00 dini hari.
Kapolri, Yoga menambahkan, juga sudah memerintahkan Deputi Operasi Kapolri, Irjen Pol. Soenarko untuk langsung mengendalikan operasi lapangan di Tarakan. "Beliau akan berangkat bersama-sama dengan Ketua Ikatan Kerukunan Kelurga Sulsel," kata Yoga.
Adapun TNI, telah memberangkatkan satu batalyon pasukan ke Tarakan. "Pasukan dari Batalyon 611 Kodam VI TPR," kata Kepala Dinas Penerangan Umum TNI Kolonel Prakoso.
Prakoso menegaskan tak ada satupun anggota TNI yang terlibat bentrok. "Bentrokan yang terjadi sesama warga sipil dari suku tertentu," katanya. "Kapasitas TNI untuk ikut membantu Polri agar situasi kembali kondusif." Pasukan ditempatkan di titik-titik yang dianggap rawan terjadinya bentrok susulan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar