Kamis, 05 Juni 2008

senjata penjegal rudal

Phalanx: Penjegal Rudal
Phalanx, senjata manjur buat menangkis gempuran rudal lawan. Konsepnya sederhana. Semburkan peluru sebanyak-banyaknya, pasti rudal musuh bakal rontok.

Cukup dengan menghamburkan ratusan peluru berdaya hantam tinggi, ditanggung rudal lawan bisa berantakan/Foto: US NAVY Photos


Masih ingat saat AL Inggris kehilangan beberapa kapal perangnya dalam Konflik Malvinas tahun 1982? Nah, salah satu korbannya adalah HMS Sheffield.
Dinding baja destroyer tersebut jebol dihantam rudal antikapal Exocet AM.39 Argentina. Tak hanya kehilangan kapal berbanderol jutaan dollar, Inggris juga kehilangan 21 awaknya.
Rampung konflik, barulah para ahli pertahanan Inggris membedah sebab musabab Sheffield tenggelam. Hingga akhirnya sampai pada kesimpulan: kapal ini minim sistem pertahanan antirudal. Sementara Kementerian Pertahanan Inggris bersikeras, rudal Seawolf yang dibawa Sheffield sudah mampu membentuk tabir antirudal.
Toh kenyataan di lapangan berbeda. HMS Sheffield jadi korban anggapan bahwa pemakaian kanon pada kapal perang sudah kuno.

Taktik menjegal rudal
Beda Inggris, beda pula AS. Soal kanon bagi kapal perang, Negeri Paman Sam sudah kenyang pengalaman dalam Konflik Vietnam. Tak mau mengulang kesalahan yang sama maka begitu konflik usai, kanon-kanon pintar mulai dikembangkan AS.
Salah satu yang dirancang adalah "sistem senjata target mendekat" atau Close-In Weapon System (CIWS), Phalanx. Senjata ini dibuat spesial bagi kebutuhan kapal-kapal perang AS. Fungsinya sebagai elemen antirudal maupun antipesawat. Untuk itu maka General Dynamics Corp. (kini dipegang Raytheon) mengadopsi kanon enam laras M-61 kaliber 20 mm sebagai basis pengembangan. Keandalan kanon tipe ini telah terbukti pada varian meriam arhanud (artileri pertahanan udara) Vulcan AD AS.

Ancaman bukan hanya datang dari rudal, tapi juga perahu-perahu kecil, seperti yang biasa dipakai dalam serangan teroris/Foto: US NAVY Photos


Selain kanon, masih ada lagi perangkat sensor yang dibuat built-in (menyatu) buat mengendalikan Phalanx. Perangkat ini ditempatkan pada kubah di atas laras kanon. Fungsinya untuk mendeteksi, mengenali, mengunci sasaran, perintah penghancuran target hingga perintah penghentian tembakan.
Target yang bergerak lincah maupun terbang hanya beberapa meter saja dari permukaan laut, bukanlah suatu masalah. Semua diatasi secara otomatis dengan bantuan komputer digital super pintar. Tak sekadar mengamati lawan, dengan komputer yang sama, pola dan taktik penembakan bisa pula diatur. Tentu saja dipilih yang paling mematikan.
Itu baru soal pengendali. Urusan pilihan spek pelor juga beragam. Mau pilih tipe APDS (Armor Piercing Discarding Sabot) yang kondang bisa melesat cepat, boleh. Sementara jenis Depleten Uranium (DU) atau Tungsten, alias peluru berdaya hantam dahsyat juga tak diharamkan. Untuk menampungnya Phalanx dilengkapi magasin berisi antara 989 hingga 1.550 peluru.
Agar manjur menjegal rudal lawan, kehebatan jenis pelor mesti pula dibarengi daya sembur kanon yang tinggi. Maka Phalanx pun dirancang agar punya daya sembur 3.000 hingga 4.500 butir peluru permenit. Sementara daya tahan laras dibuat sampai 60 hingga 100 peluru. Jadi bisalah ditebak, betapa rapatnya tirai peluru yang bisa dibentuk buat menghadang rudal maupun pesawat lawan.

Varian Phalanx

engisian amunisi pada Phalanx/Foto: US NAVY Photos


Walau terkesan digdaya, toh Phalanx punya kelemahan. Pada versi awal Mk 15 Block 0 misalnya, gejala korosi menghinggapi bagian sensor. Varian ini pertama kali dipasang pada 1977 di kapal USS Bigelow.
Kekurangan tadi dieliminasi pada varian Block 1. Ketajaman plus proteksi bagi perangkat sensor ditingkatkan. Demikian juga dengan cakupan sudut elevasi. Masih kurang puas, varian berikutnya Block 1A kembali muncul. Pada versi ini perombakan yang dilakukan meliputi: penggantian komputer berkecepatan tinggi (HOLC-High Order Language Computer); peningkatan sistem logaritma kontrol tembakan dan penanda multitarget.
Modernisasi paling radikal terjadi pada Block 1B Phalanx Surface Mode (PSUM). Varian ini dikembangkan setelah peristiwa penyerangan USS Cole (DDG 67) di Yaman, tiga tahun lalu. Tubuh desroyer AS itu berantakan, dihantam perahu kecil bermuatan bahan peledak.
Untuk menangkal ancaman tak terduga macam tadi, varian PSUM punya kesaktian menghajar target kecil nan lamban. Semua itu bisa saja dilakukan berkat tambahan penanda inframerah (FLIR), kamera otomatis pengintip target, serta pengukur sudut elektro-optik.
Generasi paling anyar adalah Block 2C (Baseline 2C). Perbedaan kemampuan paling mencolok dibanding versi sebelumnya adalah kemampuan mengendus sasaran pada sudut 360 derajat. Walau telah dikembangkan habis-habisan, kabar terakhir menyebutkan AS berencana menghapus Phalanx dalam daftar inventaris. Sebagai gantinya adalah sistem rudal Sea RAM (Rolling Airframe Missile).
Apakah armada AL AS bakal bernasib sama dengan Inggris? Kita tunggu saja.

PILIHAN BUAT MENJEGAL

Goalkeeper
Asal : Belanda/AS Kaliber : GAU-8/A kaliber 30 mm. Jarak jangkau : 350-1.500 m. Daya sembur : 4.200 peluru/menit.

Phalanx
Asal : AS Kaliber : M-61A1 kaliber 20 mm. Jarak jangkau : rahasia Daya sembur : 3.000-4.500 peluru/menit.

AK-630
Asal : Rusia Kaliber : 6 X kaliber 30 mm. Jarak jangkau : 3.000 m. Daya sembur : 3.000 peluru/menit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar