GAS buang kendaraan seperti Carbon Monoksida (CO), Nitrogen Oksida (NOx), Hidro Carbon (HC), dan Karbon Dioksida (CO2) dapat menyebabkan berbagai macam penyakit termasuk penurunan daya tahan tubuh. Bahkan CO dapat menyebabkan kematian.
Menurut Tollison, dalam bukunya Clearing the Air. Perspectives on Environment Tobacco Smoke, polusi yang terjadi dalam kabin mobil dapat digolongkan dalam pencemaran udara dalam ruangan. Polusi di dalam ruangan menjadi pusat perhatian, karena 80 persen aktivitas manusia modern dilakukan di dalam ruangan.
CO merupakan gas yang tidak memiliki aroma yang khusus. Senyawa CO dapat bereaksi dengan hemoglobin darah membentuk karboksi hemoglobin (Hb-CO) yang tidak bisa mengangkut oksigen dalam sirkulasi darah. Celakanya kemampuan CO dalam mengikat hb ternyata 210 kali lebih kuat di bandingkan oksigen, sehingga oksigen akan kalah bersaing. Seseorang yang teracuni gas CO akan mengalami gejala sakit kepala, gangguan mental (mental dullness), pusing, lemah, mual, muntah, kehilangan kontrol otot, diikuti dengan penurunan denyut nadi dan frekuensi pernapasan, pingsan, dan bahkan meninggal.
Kasus pingsan atau bahkan meninggal akan terjadi bila kadar Hb-CO dalam darah mencapai 60% dari total hb darah atau lebih.Penelitian menyebutkan, CO dengan konsentrasi 250 ppm dapat membuat orang pingsan. Bahkan pada konsentrasi 1.000 ppm, dapat menyebabkan kematian seketika.
Udara memiliki karakter berhembus dari temperatur udara yang panas ke dingin. Sehingga apabila pintu dan bagasi mobil sudah ditutup, bukan jaminan CO tidak bisa masuk ke dalam kabin mobil. Apalagi mobil yang mesinnya berada di bawa jok. Kemungkinan masuknya CO akan lebih besar. Ukuran knalpot pun juga penting diperhatikan, semakin panjang knalpot melebihi panjang mobil lebih baik dibandingkan berada di bawah mobil.
Selain itu, hasil penelitian Auto Week (1996) menunjukkan, orang yang berada dalam kabin mobil, mengirup lebih banyak polutan dari pada orang yang berada di luar. Pendapat umum yang menyatakan orang di luar mobil seperti pejalan kaki atau pengendara sepeda motor terkena lebih banyak gas tidaklah tepat. Mereka justru lebih sedikit menghirup polutan karena efek pengenceran udara bersih. Polutan di udara bebas cepat terurai oleh angin. Sehingga tidak menggumpal di suatu tempat dan konsentrasinya tidak pekat.
Berbeda dengan yang penumpang mobil tertutup. Polutan gas dalam mobil terkumpul sehingga kadarnya relatif lebih tinggi karena minimnya udara bersih yang dapat mengurai gas tersebut.
Di dalam mobil, sumber utama CO adalah asap knalpot dan rokok. Sebuah penelitian di Malaysia menyatakan, gas CO mau tidak mau akan menerobos masuk ke dalam kabin mobil dari luar. Di kota besar, 9 - 14 ppm (part per million/bagian per juta) CO terdeteksi dalam kabin mobil yang sedang melaju. Sebagai pembanding, baku mutu udara ambien RI adalah 20 ppm CO/8 jam. Artinya asap knalpot sudah menyumbang sekitar setengah batas kadar CO yang diperbolehkan.
Keadaan lebih parah dapat terjadi apabila pengemudi atau penumpang merokok dalam mobil. Sebab, pada asap rokok selain terkandung ter, nikotin, dan CO2, juga berisi CO. Hasil penelitian menunjukkan, kadar Hb-CO dalam darah perokok mencapai 4 - 5% total Hb dan perokok berat bisa mencapai 10 peren. Bandingkan dengan kadar Hb-CO dalam darah penduduk kota besar  hanya  1 hingga 2 persen.
Tidak hanya itu, menurut Dr. Edwin Chow, ahli keselamatan lalu lintas Malaysia dalam Asiaweek (1994), pengemudi yang merokok akan kehilangan 50% konsentrasi berkendara, mengawang entah ke mana. Sisanya masih tetap pada jalan raya. Padahal, demi keselamatan tiap pengemudi dituntut konsentrasi penuh ke jalan raya. Selain itu CO asap rokok bisa pula menyebabkan kelelahan berlebih pada pengemudi.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk meminimalisir dampak buruk gas beracun tersebut. Teknologi Electronic Fuel Injection (EFI) yang menggantikan karburator dan converter catalyst yang dipasangkan pada knalpot kendaraan, dapat mengurangi dampak buruk gas CO. Mobil  dengan karburator memiliki emisi CO terendah sekira 2.5% per volume. Sedangkan mobil berteknologi EFI, hanya 0,25% per volume.
Tes kompresi juga penting dilakukan. Jika tekanan kompresi mobil bensin di bawah 9 kg/cm2, dan pada mesin diesel di bawah 20 kg/cm2, sudah saatnya untuk turun mesin. Saringan udara juga harus sering dibersihkan paling tidak setiap 20.000 km. Saringan udara yang permukaannya tersumbat debu, dapat mengakibatkan campuran bensin lebih banyak, sehingga tidak sebanding dengan udara.
Converter catalyst dapat berguna apabila mobil menggunakan bahan bakar bensin super TT. Namun tidak serta merta menggunakan bahan bakar ini, efek gas buang menjadi rendah. Setelah di tune up, sekrup idle pada karburator harus distel terlebih dahulu.
Menurut Tollison, dalam bukunya Clearing the Air. Perspectives on Environment Tobacco Smoke, polusi yang terjadi dalam kabin mobil dapat digolongkan dalam pencemaran udara dalam ruangan. Polusi di dalam ruangan menjadi pusat perhatian, karena 80 persen aktivitas manusia modern dilakukan di dalam ruangan.
CO merupakan gas yang tidak memiliki aroma yang khusus. Senyawa CO dapat bereaksi dengan hemoglobin darah membentuk karboksi hemoglobin (Hb-CO) yang tidak bisa mengangkut oksigen dalam sirkulasi darah. Celakanya kemampuan CO dalam mengikat hb ternyata 210 kali lebih kuat di bandingkan oksigen, sehingga oksigen akan kalah bersaing. Seseorang yang teracuni gas CO akan mengalami gejala sakit kepala, gangguan mental (mental dullness), pusing, lemah, mual, muntah, kehilangan kontrol otot, diikuti dengan penurunan denyut nadi dan frekuensi pernapasan, pingsan, dan bahkan meninggal.
Kasus pingsan atau bahkan meninggal akan terjadi bila kadar Hb-CO dalam darah mencapai 60% dari total hb darah atau lebih.Penelitian menyebutkan, CO dengan konsentrasi 250 ppm dapat membuat orang pingsan. Bahkan pada konsentrasi 1.000 ppm, dapat menyebabkan kematian seketika.
Udara memiliki karakter berhembus dari temperatur udara yang panas ke dingin. Sehingga apabila pintu dan bagasi mobil sudah ditutup, bukan jaminan CO tidak bisa masuk ke dalam kabin mobil. Apalagi mobil yang mesinnya berada di bawa jok. Kemungkinan masuknya CO akan lebih besar. Ukuran knalpot pun juga penting diperhatikan, semakin panjang knalpot melebihi panjang mobil lebih baik dibandingkan berada di bawah mobil.
Selain itu, hasil penelitian Auto Week (1996) menunjukkan, orang yang berada dalam kabin mobil, mengirup lebih banyak polutan dari pada orang yang berada di luar. Pendapat umum yang menyatakan orang di luar mobil seperti pejalan kaki atau pengendara sepeda motor terkena lebih banyak gas tidaklah tepat. Mereka justru lebih sedikit menghirup polutan karena efek pengenceran udara bersih. Polutan di udara bebas cepat terurai oleh angin. Sehingga tidak menggumpal di suatu tempat dan konsentrasinya tidak pekat.
Berbeda dengan yang penumpang mobil tertutup. Polutan gas dalam mobil terkumpul sehingga kadarnya relatif lebih tinggi karena minimnya udara bersih yang dapat mengurai gas tersebut.
Di dalam mobil, sumber utama CO adalah asap knalpot dan rokok. Sebuah penelitian di Malaysia menyatakan, gas CO mau tidak mau akan menerobos masuk ke dalam kabin mobil dari luar. Di kota besar, 9 - 14 ppm (part per million/bagian per juta) CO terdeteksi dalam kabin mobil yang sedang melaju. Sebagai pembanding, baku mutu udara ambien RI adalah 20 ppm CO/8 jam. Artinya asap knalpot sudah menyumbang sekitar setengah batas kadar CO yang diperbolehkan.
Keadaan lebih parah dapat terjadi apabila pengemudi atau penumpang merokok dalam mobil. Sebab, pada asap rokok selain terkandung ter, nikotin, dan CO2, juga berisi CO. Hasil penelitian menunjukkan, kadar Hb-CO dalam darah perokok mencapai 4 - 5% total Hb dan perokok berat bisa mencapai 10 peren. Bandingkan dengan kadar Hb-CO dalam darah penduduk kota besar  hanya  1 hingga 2 persen.
Tidak hanya itu, menurut Dr. Edwin Chow, ahli keselamatan lalu lintas Malaysia dalam Asiaweek (1994), pengemudi yang merokok akan kehilangan 50% konsentrasi berkendara, mengawang entah ke mana. Sisanya masih tetap pada jalan raya. Padahal, demi keselamatan tiap pengemudi dituntut konsentrasi penuh ke jalan raya. Selain itu CO asap rokok bisa pula menyebabkan kelelahan berlebih pada pengemudi.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk meminimalisir dampak buruk gas beracun tersebut. Teknologi Electronic Fuel Injection (EFI) yang menggantikan karburator dan converter catalyst yang dipasangkan pada knalpot kendaraan, dapat mengurangi dampak buruk gas CO. Mobil  dengan karburator memiliki emisi CO terendah sekira 2.5% per volume. Sedangkan mobil berteknologi EFI, hanya 0,25% per volume.
Tes kompresi juga penting dilakukan. Jika tekanan kompresi mobil bensin di bawah 9 kg/cm2, dan pada mesin diesel di bawah 20 kg/cm2, sudah saatnya untuk turun mesin. Saringan udara juga harus sering dibersihkan paling tidak setiap 20.000 km. Saringan udara yang permukaannya tersumbat debu, dapat mengakibatkan campuran bensin lebih banyak, sehingga tidak sebanding dengan udara.
Converter catalyst dapat berguna apabila mobil menggunakan bahan bakar bensin super TT. Namun tidak serta merta menggunakan bahan bakar ini, efek gas buang menjadi rendah. Setelah di tune up, sekrup idle pada karburator harus distel terlebih dahulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar