Jumat, 06 Juni 2008

Froteurisme penyakit atau kelainan?

Froteurisme: Hobi Mengesekkan Alat Vital

Froteurisme adalah rangsangan atau kepuasan seksual yang diperoleh oleh seorang pria dengan menyentuh, meraba ataupun meremas bagian tubuh atau alat kelamin wanita tanpa persetujuan. Bahkan, para korban umumnya tidak curiga terhadap perilaku pria ini atau malah tidak menyadarinya.

Bentuk lain froteurisme ialah para pria yang gemar mengesek-gesekkan atau menyentuhkan bagian tubuh mereka (paling sering alat vital) ke tubuh si lawan jenis. Tindakan mereka biasanya dilakukan kepada orang yang tidak dikenal di tengah keramaian.

Tempat beraksi yang paling favorit ialah bis, kereta api, kaki lima, bioskop, stadion (gedung olahraga), mal, ataupun elevator. Tempat-tempat seperti ini dipilih agar tindakan tersebut sulit terdeteksi atau sama sekali tidak disadari oleh si korban. Kalaupun akhirnya disadari, para pelakunya dengan cepat bisa melarikan diri atau bersembunyi di tengah kerumunan. Itulah sebabnya pelakunya sangat jarang tertangkap dan diproses oleh aparat.

Namun tidak setiap sentuhan yang terjadi antara seorang pria dengan wanita serta-merta disebut sebagai froteurisme. Cap ini biasanya diberikan kepada seseorang apabila ia setidaknya enam bulan berulang-ulang mempunyai fantasi seksual dan dorongan seks untuk meraba atau meremas tubuh orang lain atau menggesekkan organ vitalnya ke tubuh orang lain di luar kehendaknya.

Selain itu, fantasi, dorongan seksual dan perilaku tersebut ternyata juga menimbulkan gangguan klinis atau persoalan-persoalan dalam lingkungan sosial, lingkungan kerja, serta berbagai fungsi penting lainnya.

Tindakan yang paling umum dalam froteurisme ialah meraba pantat atau meremas buah dada dan alat kelamin seorang wanita, atau menggesek-gesekkan alat vital ke tubuh seorang wanita. Biasanya tindakan ini dilakukan dari belakang hingga tidak terlihat oleh korbannya. Sentuhan, rabaan atau remasan ini biasanya berlangsung begitu cepat hingga korban tidak sadar dengan kejadian tersebut.

Diperkirakan, pelaku froteurisme umumnya melakukan sentuhan, rabaan atau remasan rata-rata sebanyak 849,5 kali. Setelah bertambahnya usia, kebiasaan ini umumnya akan berkurang frekuensinya. Namun, beberapa pelakunya mengaku bahwa tidak setiap orang mudah menghentikannya.

Froteurisme khas dilakukan oleh pria. Hampir tidak pernah dilaporkan seorang wanita melakukannya. Biasanya, perilaku ini mulai muncul pada masa remaja (sekitar 15 tahun) dan cenderung akan menurun setelah memasuki usia akhir 20an.

Umumnya, pelaku froteurisme adalah orang-orang yang mengalami kesulitan menjalin hubungan dengan wanita. Mereka takut ditolak. Ketika sedang melakukan aksinya, pelaku froteurisme sering berfantasi bahwa dirinya sedang menjalin hubungan yang mesra dengan si korban.

Selain itu, kebanyakan (79%) pelaku froteurisme juga mengidap perilaku seksual menyimpang lainnya. Diperkirakan, sebanyak 24% di antaranya juga sering menggagahi gadis kecil, 35% melakukan hubungan seks dengan remaja wanita, 17% melakukan transvestisme, 66% suka mengintip, 29% suka membahas masalah-masalah porno di telepon, 31% mencoba melakukan perkosaan, 16% melakukan perkosaan, dan 31% suka mempertontonkan alat vitalnya kepada orang lain.

Berbeda dari berbagai bentuk perilaku seks menyimpang lainnya, barangkali froteurisme kurang begitu dikenal. Sebenarnya, istilah frotteurism (Inggris) berasal dari kata frotter (meraba) atau frottage (rabaan), bahasa Prancis. Kebiasaan ini dianggap sebagai salah satu bentuk parafilia (gairah atau kenikmatan seks diperoleh dari situasi atau rangsangan yang menyimpang).

Umumnya, selain menyimpang dan tidak lumrah, biasanya tindakan seperti ini dianggap bertentangan dengan hukum di berbagai negara dan peradaban. Bahkan, tindakan ini sering dianggap sebagai pelecehan seksual di tempat kerja. Sama seperti di tempat ramai, umumnya tindakan pelecehan seksual di tempat kerja jarang dilihat oleh saksi sehingga sulit diperoleh buktinya.

Berbagai cara pengobatan dapat ditempuh untuk menyembuhkan perilaku seperti ini, termasuk psikoterapi, terapi perilaku, terapi sosial (kelompok), dan berbagai jenis obat. Namun, sulit menentukan pendekatan mana yang paling ampuh.

Namun para pakar biasanya menganjurkan pendekatan terpadu dengan menekankan penyembuhan ganguan lain yang menyertainya, seperti gangguan suasana hati dan kecemasan. Biasanya penderitanya diajari untuk menata kembali emosi-emosinya dan membantunya membangun hubungan yang lebih bermakna dengan orang lain

Tidak ada komentar:

Posting Komentar