Setiap cuaca mendung, belum tentu menghasilkan hujan. Kenapa?
Hujan merupakan salah satu bentuk turunnya cairan dari angkasa. Seperti yang telah dibahas pada artikel sebelumnya, hujan akan turun saat titik air terpisah dari awan. Namun, tidak semua air hujan turun ke bumi, sebagian menguap ketika jatuh melalui udara kering. Inilah yang disebut sebagai virga, dalam dunia cuaca.
Nah, hal inilah yang kemudian menjadi sumber inspirasi dalam Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) atau hujan buatan. Pada daerah-daerah yang sering dilanda kekeringan, teknologi ini mulai ramai dikembangkan oleh pemerintah. Terlepas dari biaya tinggi dan tingkat efektivitas yang tidak ada standarnya, hujan buatan merupakan salah satu bentuk teknologi pemecahan masalah kekeringan yang bisa kita jadikan ilmu.
Yuk ah, tambah pernik ilmu kita lagi.
Hujan buatan merupakan langkah penambahan bahan penyemai hujan kedalam awan. Duh, penyemai hujan? Benda seperti apa itu?
Pelan-pelan ya. Kita lihat sifat uap air dulu. Kamu tau kan, udara selalu mengandung uap air. Apabila uap air ini meluap menjadi titik-titik air, maka terbentuklah awan. Jika titik-titik air dalam awan semakin besar dan awan semakin berat. Daya tarik bumi akan menarik titik-titik air tersebut hingga turunlah hujan. Namun jika titik-titik air tersebut bertemu udara panas, titik-titik itu akan menguap dan hilanglah awan itu. Hujan pun tidak jadi turun.
Inilah yang dihindari dalam hujan buatan. Bahan penyemai hujan tidak memberi kesempatan bagi titik-titik air pada awan untuk menguap kembali. Ada sejenis katalis yang ditambahkan, agar awan lebih cepat mengumpul. Zat ini disebut bahan semai.
Jika kamu klik Wikipedia, maka akan dijelaskan bahwa zat semai terdiri atas 2 jenis, yakni bahan semai higroskopis yang dapat menarik uap air dari sekelilingnya, dan bahan semai glasiogenik yang dapat menghasilkan es.
Bahan semai higroskopis “-seperti namanya”akan membentuk tetes-tetes air yang berperan dalam proses pembentukan butir-butir hujan di dalam awan. Awan semakin cepat matang, avolumenya akan menjadi lebih besar, dan hujan yang dihasilkan akan semakin banyak.
Bahan semai glasiogenik diterbarkan di atmosfer pada ketinggian di atas freezing level, dimana lapisan ini mengandung banyak uap air lewat dingin (super cooled moisture). Uap air ini dapat membeku secara alami. Penambahan bahan glasiogenik akan mempercepat pembekuan uap air. Es yang turun ke lapisan lebih rendah perlahan-lahan mencair dan menambah jumlah air hujan yang turun kepermukaan bumi.
Begitulah kira-kira, proses penyemaian awan dalam hujan buatan. Jika kita telaah lebih detail lagi, tentu saja banyak konstrain yang harus dipenuhi, agar hujan buatan ini bisa terlaksana. Jumlah awan harus cukup banyak, tentunya hal ini berkaitan dengan musim. Jika bicara teknis, tentu saja kita masih harus konsultasi pada ahlinya
Hujan merupakan salah satu bentuk turunnya cairan dari angkasa. Seperti yang telah dibahas pada artikel sebelumnya, hujan akan turun saat titik air terpisah dari awan. Namun, tidak semua air hujan turun ke bumi, sebagian menguap ketika jatuh melalui udara kering. Inilah yang disebut sebagai virga, dalam dunia cuaca.
Nah, hal inilah yang kemudian menjadi sumber inspirasi dalam Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) atau hujan buatan. Pada daerah-daerah yang sering dilanda kekeringan, teknologi ini mulai ramai dikembangkan oleh pemerintah. Terlepas dari biaya tinggi dan tingkat efektivitas yang tidak ada standarnya, hujan buatan merupakan salah satu bentuk teknologi pemecahan masalah kekeringan yang bisa kita jadikan ilmu.
Yuk ah, tambah pernik ilmu kita lagi.
Hujan buatan merupakan langkah penambahan bahan penyemai hujan kedalam awan. Duh, penyemai hujan? Benda seperti apa itu?
Pelan-pelan ya. Kita lihat sifat uap air dulu. Kamu tau kan, udara selalu mengandung uap air. Apabila uap air ini meluap menjadi titik-titik air, maka terbentuklah awan. Jika titik-titik air dalam awan semakin besar dan awan semakin berat. Daya tarik bumi akan menarik titik-titik air tersebut hingga turunlah hujan. Namun jika titik-titik air tersebut bertemu udara panas, titik-titik itu akan menguap dan hilanglah awan itu. Hujan pun tidak jadi turun.
Inilah yang dihindari dalam hujan buatan. Bahan penyemai hujan tidak memberi kesempatan bagi titik-titik air pada awan untuk menguap kembali. Ada sejenis katalis yang ditambahkan, agar awan lebih cepat mengumpul. Zat ini disebut bahan semai.
Jika kamu klik Wikipedia, maka akan dijelaskan bahwa zat semai terdiri atas 2 jenis, yakni bahan semai higroskopis yang dapat menarik uap air dari sekelilingnya, dan bahan semai glasiogenik yang dapat menghasilkan es.
Bahan semai higroskopis “-seperti namanya”akan membentuk tetes-tetes air yang berperan dalam proses pembentukan butir-butir hujan di dalam awan. Awan semakin cepat matang, avolumenya akan menjadi lebih besar, dan hujan yang dihasilkan akan semakin banyak.
Bahan semai glasiogenik diterbarkan di atmosfer pada ketinggian di atas freezing level, dimana lapisan ini mengandung banyak uap air lewat dingin (super cooled moisture). Uap air ini dapat membeku secara alami. Penambahan bahan glasiogenik akan mempercepat pembekuan uap air. Es yang turun ke lapisan lebih rendah perlahan-lahan mencair dan menambah jumlah air hujan yang turun kepermukaan bumi.
Begitulah kira-kira, proses penyemaian awan dalam hujan buatan. Jika kita telaah lebih detail lagi, tentu saja banyak konstrain yang harus dipenuhi, agar hujan buatan ini bisa terlaksana. Jumlah awan harus cukup banyak, tentunya hal ini berkaitan dengan musim. Jika bicara teknis, tentu saja kita masih harus konsultasi pada ahlinya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar