Kamis, 10 November 2011
Paku di Tembok
Andi adalah seorang anak yang memiliki tabiat yang kurang baik. Gampang sekali marah, memaki, ataupun mengomel, kepada siapa saja.
Suatu hari ayahnya memberikan sekantung paku seraya berpesan, setiap kali Andi marah, memaki atau mengomel, ia harus menancapkan sebuah paku pada Tembok belakang rumah.
Di hari pertama saja, Andi menancapkan 24 paku.
Hari demi hari berikutnya ia mampu mengurangi jumlah paku yang biasanya mesti ditancapkan.
Lama-lama ia menjadi sadar, bahwa ternyata lebih mudah mengendalikan emosinya daripada harus menancapkan paku di Tembok belakang rumah.
Ia melaporkan hal itu pada sang ayah.
Setelah itu ayahnya menyarankan, mulai sekarang Andi diharuskan mencopot kembali satu paku setiap kali ia berhasil mengendalikan emosinya.
Pada akhirnya Andi berhasil mencopot semua paku yang tertancap pada Tembok tersebut.
Sang ayah kemudian menggandeng Andi melihat Tembok tersebut.
“Kau telah melakukan sesuatu yang baik anakku. Namun, lihatlah Tembok yang kokoh ini sekarang berlubang-lubang, tidak mulus lagi. Inilah cermin hidup.
Setiap kemarahan, kegusaran, akan menimbulkan bekas luka di hati orang. Persis seperti bekas-bekas lubang paku pada Tembok ini.
"Betapapun kita berkali-kali minta maaf, luka itu masih ada."
“Setiap kemarahan akan membuatmu menjadi lebih kecil, sementara memaafkan akan mendorongmu untuk berkembang jauh melebihi ukuranmu.”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar