Rabu, 28 Mei 2008

Kepunahan Massal Ke-6

Dorset, Inggris --- Ini bukan sekadar berita menakutkan, tapi berdasarkan penelitian ilmiah selama 40 tahun di Inggris. Menurut penelitian ini, saat ini kita sedang menghadapi kepunahan massal keenam dari spesies makhluk hidup yang ada di bumi.

Ya, sejauh ini, bumi tercatat telah mengalami lima kali kepunahan massal. Pertama, sekitar 440 juta tahun lalu, pada saat sebagian besar permukaan bumi ditutupi es. Kedua, sekitar 360 juta tahun silam, sewaktu permukaan laut turun ke titik sangat rendah. Ketiga, sekitar 250 juta tahun lalu, akibat tumbukan sebuah asteroid raksasa, 96 persen spesies makhluk hidup punah. Keempat, sekitar 206 juta tahun lalu, kali ini sekitar 90 persen spesies tumbuhan di bumi hilang. Kelima, kembali asteroid menghantam bumi sekitar 65 juta tahun lalu yang membuat dinosaurus punah dari muka bumi.

Para peneliti Inggris kini memiliki bukti bahwa bumi sedang mengalami kepunahan massalnya yang keenam. Bukti itu adalah menghilangnya beberapa spesies kupu-kupu, burung, dan tumbuhan. Memang, penelitian yang dilakukan para ahli serangga ini hanya dilakukan di Inggris, tapi jika tingkat kepunahan ini sama dengan di negara-negara lain, kemungkinan besar bumi sedang mengalami proses kepunahan massal secara global yang lebih cepat dari akibat ditabrak asteroid.

Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Science volume 303 yang terbit akhir pekan lalu itu dipimpin Jeremy Thomas dari Natural Environment Research Council Centre for Ecology and Hydrology di Dorset, Inggris. Mereka melakukan enam seri survei terhadap populasi kupu-kupu, burung, dan tumbuhan selama 20-40 tahun terakhir di wilayah Inggris, Wales, dan Skotlandia. Lebih dari 20 ribu sukarelawan ikut mengirimkan lebih dari 15 juta catatan tentang spesies yang terlihat di Inggris.

Mekanisme survei ini dengan membagi wilayah Inggris menjadi area-area seluas 10 kilometer persegi. Dalam setiap area itu, para volunter tadi mencatat spesies apa saja yang terdapat di area tersebut.

Berdasarkan analisis yang dilakukan Thomas dari data yang terkumpul itu, ditemukan bahwa 58 spesies (71 persen) kupu-kupu telah berkurang dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Tak hanya itu, 54 persen spesies burung juga mengalami penurunan populasi selama kurun 20 tahun terakhir. Sementara itu, spesies tumbuhan yang mengalami penurunan populasi dalam kurun waktu 40 tahun ini ada 28 spesies. Bahkan dua spesies kupu-kupu dan enam spesies tumbuhan yang disurvei dipastikan telah mengalami kepunahan.

Menurut Thomas, jika merujuk pada asumsi jumlah spesies kupu-kupu di Inggris merupakan 50 persen dari total spesies yang ada di dunia, temuan ini merupakan berita buruk bagi keanekaragaman hayati global.

Masih menurut penelitian itu, jika lima kepunahan massal yang telah dialami bumi dulu disebabkan oleh kejadian fisik atau fenomena alam seperti terbetuknya lapisan es, mengeringnya lautan, gunung berapi, dan jatuhnya benda langit, kepunahan massal kali ini penyebabnya adalah organik, yakni aktivitas manusia yang menjadi makhluk hidup yang menguasai bumi. Aktivitas itu dapat berupa polusi yang menghasilkan racun dan pemanasan global, pertanian, dan perburuan untuk memproduksi makanan, serta pertumbuhan populasi yang menghasilkan sampah dan kerusakan.

Menurut Mark Telfer dari Royal Society for the Protection of Birds, di Bedfordshire, yang juga anggota penelitian ini, tingkat kepunahan yang diakibatkan aktivitas manusia itu setidaknya 100 kali lebih dahsyat ketimbang kepunahan yang disebabkan fenomena alam.

Polusi misalnya, berdasarkan penelitian lain yang juga muncul di jurnal Science adalah penyebab kepunahan massal tumbuhan di Inggris. Menurut penelitian Carly Stevens dari Open University di Milton Keynes, Inggris, ditemukan variasi spesies yang sangat beragam di 68 situs padang rumput di Inggris. Setiap situs rata-rata memiliki keragaman spesies 7,2-27,6. Penyebab keragaman itu adalah polusi nitrogen oksida dan amoniak.

"Di dalam area yang polusi nitrogennya tinggi ditemukan keanekaragaman hayati yang rendah ketimbang area yang polusi nitrogennya rendah, misalnya dataran tinggi Skotlandia," Stevens menjelaskan.

Kandungan gas nitrogen di atmosfer ini disebabkan pembakaran bahan bakar fosil dan pertanian yang memakai pupuk nitrogen berlebihan, serta gas yang keluar dari kotoran ternak. Stevens menemukan bahwa tipe padang rumput Agrostic-Festuca telah mengalami kehilangan keanekaragaman spesies lebih dari 20 persen.

Hilangnya spesies-spesies ini tak hanya membuat keindahan pemandangan padang rumput menurun, tapi juga membahayakan ekosistem bumi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar