Kamis, 29 Januari 2009

Pendekar-Pendekar dari Indonesia

SI PITUNG jagoan dari betawi
Pitung adalah salah satu pendekar orang asli Indonesia berasal dari daerah betawi yang berasal dari kampung Rawabelong Jakarta Barat. Pitung dididik oleh kedua orang tuanya berharap menjadi orang saleh taat agama. Ayahnya Bang Piun dan Ibunya Mpok Pinah menitipkan si Pitung untuk belajar mengaji dan mempelajari bahasa Arab kepada Haji Naipin.

Setelah dewasa si Pitung melakukan gerakan bersama teman-temannya karena ia tidak tega melihat rakyat-rakyat yang miskin. Untuk itu ia bergerilya untuk merampas dan merampok harta-harta masyarakat yang hasil rampasannya ini dibagikan kepada rakyat miskin yang memerlukannya.

Selain itu Pitung suka membela kebenaran dimana kalau bertemu dengan para perampas demi kepentingannya sendiri maka sama si Pitung akan dilawan dan dari semua lawannya Pitung selalu unggul.

Gerakan Pitung semakin meluar dan akhirnya kompeni Belanda yang saat itu memegang kekuasan di negeri Indonesia melakukan tindakan terhadap si Pitung. Pemimpin polisi Belanda mengerahkan pasukannya untuk menangkap si Pitung, namun berkali-kali serangan tersebut tidak menghasilkan apa-apa. Pitung selalu lolos dan tidak mudah untuk ditangkap oleh pasukan Belanda. Ditambah-tambah si Pitung mempunyai ilmu kebal terhadap senjata tajam dan sejata api.

Kompeni Belanda pun tidak kehilangan akal, pemimpin pasukan Belanda mencari guru si Pitung yaitu Haji Naipin. Disandera dan ditodongkan sejata ke arah Haji Naipin agar memberikan cara melemahkan kesaktian si Pitung, akhirnya Haji Naipin menyerah dan memberitahu kelemahan-kelemahan si Pitung.

Pada suatu saat, Belanda mengetahui keberadaan si Pitung dan langsung menyergap dan menyerang secara tiba-tiba. Pitung mengadakan perlawan, dan akhirnya si Pitung tewas karena kompeni Belanda sudah mengetahui kelemahan si Pitung dari gurunya Haji Naipin.

JOKO TINGKIR dari Lamongan
Joko Tingkir mempelajari ilmu sakti dari Ki Buyut Banyubiru. Ia mempelajari ilmu sakti tersebut karena ingin menebus pengampunan karena ia telah membunuh Dadungawuk sodara dari Sultan Demak.

Ki Buyut Banyubiru memberikan pelajaran-pelajaran ilmu saktinya di Gunung Lawu. Salah satunya adalah dengan merendam diri dalam sungai yang dingin, dengan tujuan dapat mengendalikan hawa nafsu.

Setelah beberapa bulan lamanya Joko Tingkir menimba ilmu, Ki Buyut Banyubiru sudah memperbolehkan agar Joko Tingkir untuk menemui Sultan Demak untuk meminta pengampunan atas yang pernah dilakukannya yaitu membunuh Dadungawuk.

Didalam perjalanannya menuju tempat Sultan Demak, Joko Tingkir banyak menghadapi binatang-binatang buas yang menghadangnya, salah satunya adalah menaklukan raja buaya dan gerombolannya.

Sesampai di desa Sultan Demak, kebetulan di desa tersebut sedang terjadinya banteng buas yang mengamuk dan memporak pondakan seisi desa, pada saat itu juga Joko Tingkir bertemu dengan Sultan Demak untuk meminta pengampunan dengan persyaratan harus dapat melawan banteng buas tersebut, Sultan Demak menyetujuinya. Akhirnya Joko Tingkir berhasil melawan banteng buas itu dengan sebuah pukulan ke kepala banteng, mental dan pecah akhirnya banteng tersebut tersungkur mati.

Prajurit didesa itu terkagum dengan aksinya Joko Tingkir yang telah menghadapi banteng buas dengan tegar dan mengalahkannya.

Sultan Demak mengampuni perbuatan Joko Tingkir tempo hari dan memaafkannya. Kemudian Joko Tingkir diangkat sebagai pempimpin laskar tamtama, dan akhirnya menjadi menantu dari Sultan Demak.

JAKA TARUB
Disuatu desa pedalaman di Indonesia, hidup seorang janda dan seorang anak yang bernama Jaka di dusun Tarub. Semasa kecilnya ia suka bermain dengan kebiasaanya yaitu menyumpit burung. Sampai dewasa pun sumpit nya selalu dibawa-bawa kemanapun.

Pada suatu hati Jaka Tarub sedang berjalan ditengah hutan dan melihat burung-burung dan Jaka Tarub menyumpitnya tapi tidak mengena. Burung-butung itu berterbangan dan dikejar oleh Jaka Tarub. Padahal hutan yang dilaluinya ini adalah hutan yang angker sekali. Dikesibukan mengejar burung, Jaka Tarub mendengar suara beberapa wanita yang sedang mandi di sebuah air terjun kecil. Jaka Tarub mengintai dan mengintip dari balik semak-semak belukar. Dan melihat ada sebuah selendang didekatnya dan diambilnya oleh Jaka Tarub.

Ternyata wanita-wanita yang sedang bermandikan itu adalah kumpulan bidadari yang turun dari kahyangan. Salah satu bidadari menyadai kalau Jaka Tarub mengintip mereka yang sedang mandi, akhirnya semua bidadari disitu panik dan terbang kembali ke kahyangan. Kecuali satu bidadari kebingungan mencari selendangnya yang di ambil oleh Jaka Tarub. Lalu si bidadari dan Jaka Tarub saling menyapa.

Bidadari ikut dengan Jaka Tarub ke desanya, lalu mereka berdua hidup bersama sampai mempunyai 1 anak. Selama hidupnya Jaka Tarub walau kerjanya hanya tidur-tidur saja tapi hasil pangannya melimpah karena keajaiban dari bidadari. Lumbung pada penuh, masakan cepat tersaji banyak.

Pada suatu saat Jaka Tarub tak sengaja melanggar janji yang diberikan oleh bidadarinya yaitu tidak boleh membuka hidangan sebelum matang betul. Akhirnya keajaiban sang bidadari hilang. Dan mereka kembali harus bekerjakeras setiap harinya.

Suatu hari si bidadari menemukan selendangnya yang disimpang oleh Jaka Tarub, akhirnya perpisahan pun terjadi, bidadari kembali pergi kekayangan meninggalkan Jaka Tarub beserta anaknya.

ARYA PENANGSANG
Pada saat kerjaan Pajang mencapai kejayaan di wilayah pesisir dan wilayah timur dengan masa pemerintahan Sultan Adiwijaya, semua rakyat dan para penguasa tunduk dan nurut kepadanya, hanya ada satu orang yang tidak mau tunduk yaitu Adipati Jipang yang bernama Arya Panangsang.

Sultan Adiwijaya bersikeras untuk menundukan Arya Panangsang, lalu mengumpulkan para penasehat raja-raja berunding untuk menundukan Arya Panangsang. Hasil rundingan diputuskan untuk diumumkan di masyarakat umum "Barang siapa yang dapat mengalahkan Arya Panangsang dari Jipang akan diberikan hadiah dan harta kekayaan". Namun strategi ini gagal dilakukan.

Strategi selanutnya adalah, dengan mengirim pesan kepada Arya Panangsang melalui tukang kebunnya yang diiris kupingnya. Arya Pangsang marah dan memutuskan untuk melawan Sulta Adiwijaya. Karena tidak sabaran maka Arya Panangsang pergi duluan, setibanya di sungai Bengawan ternyata sudah banyak pasukan Sultan Adiwijaya yang sudah lama menantinya. Dengan gigih Arya Panangsang dengan menggunakan tombak saktinya dapat merobohkan banyak pasukan.

Akan tetapi disela perperangan Arya Panangsang mendapatkan luka dibagian perutnya yang sobek sehingga ususnya sampai keluar, oleh Arya Panangsang ususnya di lilitkan di kerisnya dan melanjutkan peperangan tersebut. Betapa gigih dan pemberaninya Arya Panangsang.

Karena peperangan tersebut tidak seimbang karena banyaknya pasukan sedangkan Arya Panangsang hanya seorang diri, luncurlah sebuah tombak menancap di dadanya Arya Panangsang, dan sewaktu Arya Panangsang ingin membalas dengan kerisnya, ia lupa bahwa ususnya ia lilitkan dikeris, akhirnya keris dicabut dan ususnya Arya Panangsang terputus-putus yang mengakibatkan Arya Panangsang tewas.

SANGKURIANG
Sangkuriang lahir dari kehidupan para siluman yang berkehidupan bersama dengan manusia, pada waktu itu masa kejayaan Kerajaan Parahyangan dengan seorang raja Prabu Sungging Prabangkara.

Sangkuriang tumbuh di hutan belantara yang dibesarkan oleh Sang Petapa yang sudah tua, ia banyak belajar ilmu-ilmu kesaktian dan sering melakukan pertapaan. Beranjak dewasa Sangkuriang menjadi pemuda yang gagah perkasa, sakti mandraguna dan tampan.

Diawali dari sebuah kisah, ia sedang berkelana dan pada sebuah hutan ia menolong seorang wanita yang sedang terancam jiwanya oleh seekor badak besar yang ganas siap menerjang, dengan gerak cepat Sangkuriang menolong wanita itu dari marabahaya menggunakan kesaktiannya.

Tanpa disadari Sangkuriang terpesona terhadap wanita ini dan ternyata wanita tersebut adalah ibu kandungnya. Sangkuriang ingin meminang wanita itu, akan tetapi wanita tersebut berkeberatan karana Sangkuriang adalah anak kandungnya, supaya tidak terlaksana maka wanita tersebut memberi persyaratan untuk bisa meminangnya yaitu dengan membuat sebuah danau dan perahu besar dalam satu malam saja, akhirnya Sangkuriang menyanggupinya dan gagal.

Perahu yang setengah jadi itu ditendangnya oleh Sangkuriang dan lama kelamaan berubah menjadi gunung merapi yang sekarang disebut gunung Tangkuban Perahu.

Sangkuriang memohon permintaan ampun kepada sang Dewata atas semua perbuatannya ini.

JOKO TOLE
Seorang raja beranama Sri Baginda Brawijaya, memerintahkan kepada Empu Keleng untuk dibuatkannya pintu gerbang besi yang besar dan megah. Dan sudah satu tahunan Empu Keleng beserta temannya yang lain sudah mengerjakannya akan tetapi belum rampung juga pintu gerbang besinya.

Tenaga semakin berkurang dan Empu Keleng jatuh sakit dan tidak bisa melanjutkan perkerjaanya menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Sri Baginda Brawijaya. Lalu Empu Keleng mengirim berita kepada anak angkatnya yang bernama Jaka Tole. Ia segera menyusul Empu Keleng di Majapahit.

Didalam perjalanan melewati beberapa desa, Jaka Tole bertemu dengan seseorang berjubah hitam mengenakan ikat kepala. Lalu terjadi dialog antara Jaka Tole dengannya. Jaka Tole menceritakan tujuan ke Majapahit untuk menyelesaikan pekerjaan menyelesaikan pintu gerbang besi yang besar dan megah itu dalam sehari, kalau tidak terkena hukuman. Orang berjubah itu memberikan setengkai bunga dan disuruhnya Jaka Tole memakannya, nanti sesampai di Majapahit, bakarlah tubuhmu Jaka Tole nanti dari pusarmu akan keluar patrian untuk menyambung besi-besi pintu gerbang.

Kemudian Jaka Tole melanjutkan perjalannya ke Majapahit dan akhirnya sampai dan menemuni sang raja sri baginda Brawijaya. Lalu Jaka Tole berkesanggupan untuk membantu ayah angkatnya Empu Keleng dan menyelesaikan tugasnya membaut pintu besar besi yang besar dalam satu malam dan jika tidak selesai akan menerim hukuman.

Lalu Jaka Tole mengumpulan para pekerjanya, dan memberitahukan bahwasannya Jaka Tole mempunya patrian besi yang sangat hebat, yaitu dengan cara dibakarnya tubuh Jaka Tole dibagian pusarnya keluar cairan patrian yang bisa digunakan untuk menyelesaikan perampungan pintu besi. Dan dalam satu malam itu pekerja terselesaikan, pintu besar besi jadi. Raja Brawijaya sangat senang menyaksikan pintu gerbang itu. Kemudian Raja Brawijaya memberikan hadiah yang berupa perhiasan perak dan emas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar