Selasa, 13 Januari 2009

Ilmuwan tulen pertama


Isaac Newton, seperti diyakini banyak orang, adalah fisikawan terhebat sepanjang massa.

Setidaknya, dia dilihat sebagai bapak fisika cahaya modern, atau setidaknya itulah yang dikatakan buku-buku pelajaran di sekolah yang membahas berbagai percobaannya dengan lensa dan prisma yang terkenal, studi tentang cahaya alami dan refleksi, serta refraksi cahaya dan pemisahan cahaya dalam pelangi.

Tetapi kenyataan ternyata adalah hal yang abu-abu. Saya merasa perlu menegaskan, khususnya dalam fisika optik, bahwa Newton sendiri mengikuti jejak ilmuwan hebat lain yang hidup 700 tahun sebelumnya.

Jelas, fisikawan akbar lain, yang patut disetarakan dengan Newton, adalah ilmuwan yang lahir pada tahun 965 Masehi di daerah yang sekarang adalah Irak dan dia dikenal dengan nama al-Hassan Ibnu al-Haitsam.

Kebanyakan orang di Barat mungkin belum pernah mendengar namanya.
Sebagai seorang fisikawan, saya menyadari betapa besar kontribusi pria ini dalam bidang yang saya geluti, tetapi saya beruntung dapat menggali informasi tentang hidupnya dan menuangkannya ke dalam seri televisi BBC tentang ilmuwan Muslim di abad pertengahan.

Dalam buku-buku populer tentang sejarah ilmu alam, biasanya disebut bahwa tidak ada kemajuan penting yang dicapai antara peradaban Yunani kuno dan masa Renaissance di Eropa.

Tetapi hanya karena Eropa Barat terjerumus ke dalam Masa Kegelapan, bukan berarti kemajuan tidak terjadi di belahan dunia lainnya. Kenyataannya, antara abad ke-9 dan abad ke-13 menandai Masa Keemasan dalam ilmu pengetahuan Arab.

Berbagai terobosan di bidang matematika, astronomi, kedokteran, fisika, kimia dan filosofi terjadi. Dibandingkan banyak pemikir jenius yang hidup pada masa itu, prestasi Ibnu al-Haitsam adalah yang paling hebat.

Dia dilihat sebagai bapak metode ilmiah modern.

Seperti yang biasa dijelaskan, ini adalah pendekatan dalam menyelidiki sebuah fenomena ilmu alam, untuk memahami ilmu pengetahuan baru, atau untuk memperbaiki dan menggabungkan ilmu lama, berdasarkan pengumpulan data melalui pemantauan dan pengukuran, yang diikuti oleh tahap formulasi dan pengujian hipotesa guna menjelaskan data yang didapat.

Inilah cara ilmu alam ditangani sekarang dan karena itulah saya mempercayai kemajuan yang dicapai dalam ilmu pengetahuan modern.

Namun metode ilmiah modern ini sering kali dikatakan baru ditemukan pada awal abad ke-17 oleh Francis Bacon dan Rene Descartes.

Tetapi saya yakin, Ibnu al-Haitsam sudah jauh mendului mereka.

Penekanannya pada data eksperimental dan kemampuan untuk memproduksi kembali hasilnya, membuat Ibnu al-Haitsam sering disebut sebagai "ilmuwan sesungguhnya yang pertama di dunia".

Dia adalah ilmuwan pertama yang memberi penuturan yang tepat tentang bagaimana kita melihat sebuah obyek.

Dia membuktikan dengan melakukan percobaan, misalnya, bahwa teori emisi (yang menyatakan cahaya dari mata kita menyinari obyek yang kita lihat), yang diyakini oleh para pemikir terkenal seperti Plato, Euclid dan Ptolemy, adalah teori yang keliru.

Ibnu al-Haitsam menetapkan bahwa kita bisa melihat karena cahaya masuk ke mata kita, satu gagasan yang dipercaya sampai saat ini.

Dia juga merupakan ilmuwan pertama yang menggunakan matematika untuk menggambarkan dan membuktikan proses ini.

Jadi dia bisa juga dianggap sebagai fisikawan teori pertama.

Ibnu al-Haitsam mungkin paling dikenal dengan penemuannya, kamera lubang jarum yang dioperasikan tanpa lensa dan seharusnya diakui sebagai penemu hukum refraksi.

Dia juga orang pertama yang melakukan percobaan tentang pembagian cahaya menjadi beberapa warna dan meneliti bayangan, pelangi dan gerhana.

Dengan memantau sinar matahari masuk ke Bumi dari atmosfir, dia dapat memperkirakan tinggi atmosfir yang menurutnya sekitar 100 km.

Sama halnya dengan banyak ilmuwan modern, Ibu al-Haitsam sangat bergantung pada waktu dan membutuhkan kesunyian untuk menulis banyak teorinya, termasuk penelitian penting tentang lensa.

Dia sempat dipenjara di Mesir antara tahun 1011 dan 1021, setelah gagal menyelesaikan tugas yang diberikanj oleh seorang kalifah di Kairo yang memintanya menyelesaikan masalah tentang pengaturan banjir sungai Nil.

Sewaktu masih di Basra, Ibnu al-Haitsam mengklaim bahwa banjir tahunan di sungai Nil bisa diatur dengan jaringan kanal, sehingga air dapat tersimpan sampai masa kemarau.

Namun begitu tiba di Kairo, dia menyadari bahwa rencana itu tidak praktis dari segi teknis.

Sebagai jalan keluar, dia memilih untuk berpura-pura gila agar tidak dikenakan hukuman berat oleh kalifah itu. Dia akhirnya dikenakan tahanan rumah dan selama 10 tahun dikucilkan sehingga bisa melakukan penelitiannya.

Dia baru dibebaskan setelah kalifah Kairo itu meninggal dunia. Dia kemudian kembali ke Irak di mana dia menyusun 100 penelitian lainnya dalam berbagai topik di bidang fisika dan matematika.

Sewaktu bepergian di Timur Tengah dalam pembuatan seri ini, saya mewawancarai seorang pakar di Iskandariyah yang memperlihatkan kepada saya penelitian Ibnu al-Haitsam di bidang astronomi.

Tampaknya dia mengembangkan apa yang disebut sebagai mekanisme benda angkasa, yang menjelaskan orbit planet, yang kemudian mengilhami penelitian astronomi Eropa seperti Copernicus, Galileo, Kepler dan Newton.

Adalah hal yang menakjubkan bahwa kita baru sekarang menyadari betapa besar hutang para fisikawan modern kepada seorang ilmuwan Arab yang hidup 1.000 tahun lalu.

Sumber : BBC Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar