Pemakaian motor di lingkungan panas atau dingin, akan memberikan radiasi panas terhadap mesin berbeda. Lalu, mesin dengan piston besar, akan memberi panas lebih tinggi dibanding motor ber-cc kecil. Nah, kian besar rasio kompresi ruang bakar, lebih panas ketimbang mesin dengan kompresi rendah. Untuk itu businya kudu sesuai,” beber Yuli Santoso, kepala mekanik Suzuki Dewi Sartika di Jaktim.
Hal inilah lantas diciptakan busi tipe panas dan dingin. Perbedaan keduanya ada pada panjang insulator. Busi dingin punya ujung insulator lebih pendek, sedang busi panas lebih panjang (gbr.1). “Angka tertera pada busi juga sebagai petunjuk tipe busi panas ataupun dingin. Makin besar angkanya, menandakan tipe busi kian dingin dan sebaliknya,” imbuh Yuli.
Contoh busi NGK berkode C6HSA dengan CR8E (gbr.2). Angka 6 pada kode pertama, menandakan busi panas. Ditambah bisa dilihat dari insulator-nya lebih panjang. Sedang angka 8 pada kode kedua, mendandakan busi dingin (insulator lebih pendek).
Busi Panas
Punya kemampuan susah melepas panas dan mudah jadi panas dibanding busi standarnya. Busi tipe ini enggak cocok bila bekerja pada temperatur ruang bakar tinggi. Sangat cocok bila dipakai untuk motor standar (sesuai bawaan pabrik).
“Jika temperatur ruang bakar mencapai sekitar 850º Celcius, maka akan terjadi proses ‘pre-ignition’, di mana bahan bakar akan menyala sendiri sebelum busi memercikkan bunga api. Kondisi ini biasa disebut overheating (pemanasan ekstrem). Warna busi putih pucat (gbr.3),” tegas Dwi Angga, service advisor Yamaha Pos Pengumben di daerah Jakbar.
Busi Dingin
Mudah melepas panas dan mudah jadi dingin. Busi tipe ini tak tepat bila bekerja pada temperatur ruang bakar yang rendah. Lebih cocok dipakai untuk motor khusus buat balap (bore-up).
“Jika temperatur ruang bakar terlalu rendah, hingga di bawah 400º Celcius, maka akan terjadi proses ‘carbon fouling’, yakni bahan bakar tak mampu terbakar sempurna sehingga bahan bakar yang tak terbakar akan menumpuk pada busi. Warna busi hitam kering (gbr.4),” ulas Safrudin, kepala bengkel Clara Motor II di kawasan Kebon Jeruk, Jakbar.
Penumpukan endapan karbon ini akan menyebabkan tumpukan kerak karbon yang lama-lama jadi keras dan bisa jadi sumber panas kedua (arang) setelah busi. Hal inilah yang menyebabkan gejala ‘detonasi’ atau ‘knocking’ (ledakan kedua, setelah busi memercikkan bunga api).
Source: motorplus
Gambar 1. |
Gambar 2. |
Gambar 3. |
Gambar 4. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar