Jika bercermin tentang pendidikan yang bermutu menurut UNICEF, yang menyatakan bahwa ada beberapa hal indikator maka saya menyimpulkannya sebagai berikut :
"Pelajar yang sehat, mendapat makanan bergizi yang cukup dan siap berpartisipasi dalam proses belajar, yang didukung dalam proses pembelajaran oleh keluarga dan linkungannya". Dalam hal ini peran orang tua sangatlah penting agar bisa mewujudkan pelajar yang sehat dengan gizi yang cukup sehingga anak bisa mengikuti proses belajar mengajar di sekolah dengan baik. Pengetahuan dan kesadaran orang tua akan nutrisi yang sehat akan sangat bermanfaat bagi tumbuh kembang anak-anaknya, terutama dalam hal kemampuan untuk belajar.
"Environment yang sehat, aman, melindungi dan gender-sensitive, serta menyediakan sumber-sumber pembelajaran dan fasilitas yang cukup". Sekolah harus memiliki kesadaran yang tinggi untuk mewujudkan lingkungan belajar mengajar yang aman dan nyaman bagi siswa siswi nya dan orang tua sebagai pengontrol agar hal itu dapat terwujud dengan baik di sekolah maupun di rumah.
"Konten dalam kurikulum dan bahan pembelajaran yang relevan untuk belajar basic skills". Khususnya literacy (kemampuan membaca dan menulis), numeracy (kemampuan tentang angka dan berhitung) serta skills for life (kemampuan untuk bertahan hidup), seperti pengetahuan mengenai isu-isu seperti gender, kesehatan, nutrisi, pencegahan HIV/AIDS dan peace (kedamaian). Biasanya ada tiga kurikulum sebetulnya; kurikulum nasional, kurikulum daerah (mungkin konten lokal termasuk bahasa), dan kurikulum sekolah (mencerminkan keinginan dan kebutuhan lingkungan sekolah termasuk masyarakat dan industri). Namun, seiring dengan kemajuan informasi sekarang ini, orang tua juga dapat menambahkan sendiri kurikulum yang dinilai baik unuk melengkapi kurikulum yang telah ada, misalnya menyertakan kurikulum internasional yang dapat diperoleh dari salah satu institusi pendidikan di luar negeri, salah satu contoh dari cambrigde. Banyak homeschooler di indonesia yang menggunakan kurikulum dari universitas tersebut.
"Proses-proses di mana guru-guru yang terlatih menggunakan sistem pembelajaran child centered". Child centered adalah sistem pembelajaran di mana fokus pembelajaran adalah dengan pelajar bukan guru. Guru sebagai fasilitator atau manajer proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut : "STUDENTS LEARN BEST BY ACTIVELY CONSTRUCTING THEIR OWN UNDERSTANDING" (CTL Academy Fellow, 1999) yang maksudnya adalah cara belajar terbaik adalah siswa mengkonstruksikan sendiri secara aktif pemahamannya. Dengan kemajuan teknologi, adanya internet dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi yang bisa membantu anak didik belajar secara lebih mandiri tanpa harus mengandalkan satu informasi saja, yaitu dari guru nya. Guru hanya bertugas mengarahkan, memberi kata kunci yang kemudian bisa dikembangkan sendiri secara lebih kreatif serta informatif oleh pelajar.
"Outcomes yang meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap-sikap serta yang berhubungan dengan tujuan-tujuan nasional untuk pendidikan dan partisipasi sosial yang positif".Pendidikan yang bermutu hendaknya menghasilkan anak-anak yang berkualitas, mampu menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, memiliki kemandirian serta keterampilan untuk survive serta memiliki kekuatan batiniah yang kuat didasari oleh agama, adat ketimuran sebagai orang indonesia dan mampu bersaing untuk menjadi kebanggaan bangsa ini di zaman global. Hal ini sangat berkaitan dengan metode pengajaran CTL (Contextual Teaching and Learning). Baik guru maupun orang tua yang membantu anak-anaknya belajar, harus mampu mengaitkan antara materi yang diperoleh dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong anak-anak membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Sehingga hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna dan bermanfaat bagi mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar