Untuk urusan pembajakan software, hasil riset yang dikeluarkan IDC mengungkapkan bahwa aktivitas pembajakan software di Indonesia tahun 2009 kian melonjak. Indonesia berada di posisi ke-12 sebagai negara dengan tingkat pembajakan software terbesar di dunia.
Presentase yang dicatat adalah 85%. Jika diibaratkan ada 100 software yang digunakan, maka 85 di antaranya merupakan software ilegal. Presentase 85% ini merupakan prestasi minor bagi Indonesia, sebab selama dua tahun sebelumnya, Indonesia mampu menurunkan presentase pembajakan, meski hanya turun 1%.
Dengan presentase 85% ini, ditaksir Indonesia mengalami kerugian atau potential loss sebesar US$ 544 juta menurut data yang dirilis IDC. Dan pada tahun 2007 tingkat kerugiannya melonjak drastis ditaksir mencapai US$ 411 juta dengan presentase 84%.
Pihak pemerintah dan kepolisian bukan tak berupaya apa-apa sehingga software bajakan kian merajalela di Tanah Air. Berbagai pembekalan kemampuan terus dilakukan pihak berwajib kepada satuannya. Namun begitu, aksi ’salah tembak’ alias salah razia pun pernah terjadi yaitu diangkutnya software gratis atau open source yang disangka software proprietary bajakan dikarenakan belum semua polisi mengerti akan jenis-jenis software (proprietary, open source dan freeware).
Hal ini juga diakui Kepala Perwakilan BSA (Business Software Alliance) di Indonesia, Donny A. Sheyoputra. BSA merupakan lembaga nirlaba yang memayungi vendor-vendor software dunia yang kerap diundang untuk menjadi saksi ahli dalam berbagai kasus pembajakan software.
Untuk tindakan preventif, pemerintah bergerak dari Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (Timnas PPHKI) yang lumayan getol menggelar kampanye sosialisasi ke berbagai kota. Beberapa kali tim ini menggelar kunjungan mendadak ke sejumlah perusahaan untuk menegaskan keseriusan, karena kerap kali himbauan, sosialisasi atau kampanye dianggap sekedar angin lalu.
Pihak aparat, baik dari pihak kepolisian ataupun Depkumham lebih memilih untuk mengincar produsen besar baik dari kalangan industri rumah tangga atau perusahaan besar sebagai biang keladi pemasok barang ilegal tersebut.
Dirjen HKI Depkumham Andi N. Sommeng dalam isi sambutannya di acara pemusnahan 2.187.056 keping cakram digital bajakan yang berhasil disita sepanjang tahun 2009 oleh Direktorat Reskrim Khusus Polda Metro Jaya beberapa waktu lalu mengatakan “Kaki lima bukan target utama, tapi pengusaha yang punya modal besar seperti pabrik yang jadi prioritas kami.”
Di tempat yang sama, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Wahyono mengakui sulitnya memburu para pemasok software bajakan itu. Pihak kepolisian sampai harus berpacu dalam teknologi demi menggasak para pelaku. Dalam melakukan penegakan hukum, lebih baik jika juga ‘membunuh’ pabrik dan mesin-mesinnya itu. Perlu kerjasama lintas sektoral untuk memberantasnya.
http://www.jimmyzakaria.com
Presentase yang dicatat adalah 85%. Jika diibaratkan ada 100 software yang digunakan, maka 85 di antaranya merupakan software ilegal. Presentase 85% ini merupakan prestasi minor bagi Indonesia, sebab selama dua tahun sebelumnya, Indonesia mampu menurunkan presentase pembajakan, meski hanya turun 1%.
Dengan presentase 85% ini, ditaksir Indonesia mengalami kerugian atau potential loss sebesar US$ 544 juta menurut data yang dirilis IDC. Dan pada tahun 2007 tingkat kerugiannya melonjak drastis ditaksir mencapai US$ 411 juta dengan presentase 84%.
Pihak pemerintah dan kepolisian bukan tak berupaya apa-apa sehingga software bajakan kian merajalela di Tanah Air. Berbagai pembekalan kemampuan terus dilakukan pihak berwajib kepada satuannya. Namun begitu, aksi ’salah tembak’ alias salah razia pun pernah terjadi yaitu diangkutnya software gratis atau open source yang disangka software proprietary bajakan dikarenakan belum semua polisi mengerti akan jenis-jenis software (proprietary, open source dan freeware).
Hal ini juga diakui Kepala Perwakilan BSA (Business Software Alliance) di Indonesia, Donny A. Sheyoputra. BSA merupakan lembaga nirlaba yang memayungi vendor-vendor software dunia yang kerap diundang untuk menjadi saksi ahli dalam berbagai kasus pembajakan software.
Untuk tindakan preventif, pemerintah bergerak dari Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (Timnas PPHKI) yang lumayan getol menggelar kampanye sosialisasi ke berbagai kota. Beberapa kali tim ini menggelar kunjungan mendadak ke sejumlah perusahaan untuk menegaskan keseriusan, karena kerap kali himbauan, sosialisasi atau kampanye dianggap sekedar angin lalu.
Pihak aparat, baik dari pihak kepolisian ataupun Depkumham lebih memilih untuk mengincar produsen besar baik dari kalangan industri rumah tangga atau perusahaan besar sebagai biang keladi pemasok barang ilegal tersebut.
Dirjen HKI Depkumham Andi N. Sommeng dalam isi sambutannya di acara pemusnahan 2.187.056 keping cakram digital bajakan yang berhasil disita sepanjang tahun 2009 oleh Direktorat Reskrim Khusus Polda Metro Jaya beberapa waktu lalu mengatakan “Kaki lima bukan target utama, tapi pengusaha yang punya modal besar seperti pabrik yang jadi prioritas kami.”
Di tempat yang sama, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Wahyono mengakui sulitnya memburu para pemasok software bajakan itu. Pihak kepolisian sampai harus berpacu dalam teknologi demi menggasak para pelaku. Dalam melakukan penegakan hukum, lebih baik jika juga ‘membunuh’ pabrik dan mesin-mesinnya itu. Perlu kerjasama lintas sektoral untuk memberantasnya.
http://www.jimmyzakaria.com
www.forum-buku.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar