Umumnya orang hanya tahu dua tiga manfaat pohon karet. Disadap getahnya dan kayunya kalau tidak untuk kayu bakar bisa juga untuk papan buatan yang kini sedang dirintis oleh Lembaga Penyelidikan Masaalah Bangunan (LPMB), Bandung (TEMPO, 22 Maret). Manfat lain dari pohon karet? Sarbini yang sehari-harinya bekerja di Koperasi Konsumsi Usaha Bahagia (UBA) di Lampung Selatan punya pengalaman banyak tentang karet. Ketika berada di perkebunan karet Wai Berulu Lampung Selatan, hubungan dengan daerah Palembang terputus pada waktu Aksi Militer I dan II tahun 1946, 1949.
Timbul kesulitan bahan bakar untuk kendaraan berrnotor dan penerangan lampu belum lagi kesukaan bahan makanan. Suasana benar-benar prihatin tapi akal harus dicari memecahkan masaalah. Ternyata masalahnya memang bisa dipecahkan. Dari smoked slabs (karet asap) bisa diperoleh bahan bakar dengan cara penyulingan -- seperti yang biasa dipergunakan untuk menyuling minyak sere, kayu putih. Hanya untuk memasaknya, tulis Sarbini dalam suratnya pada TEMPO perlu drum yang agak tebal dan kuat. Karet asap dimasukkan ke dalam instalasi yang kemudian dimasak.
Dan pada ujung pipa yang masuk dalam ujung hak pendingin diperoleh hasil cairan berupa minyak mentah yang belum bisa digunakan. Sisa dari pemasakan pertama ini menghasilkan lendir hitam tak ubahnya seperti aspal. Itulah sebabnya lendir ini dengan sendirinya bermanfaat untuk mengaspal jalan. Tapi karena belum sempurna, hasilnya terang belum memuaskan, karena tidak cepat mengering sebagaimana lazimnya aspal. Minyak mentah tadi dicoba masak kembali. Ingin tahu apa hasilnya? Ternyata bisa menghasilkan cairan minyak yang jernih kekuning-kuningan.
Dan tak sia-sia. Cairan minyak ini dapat digunakan sebagai ganti bahan bakar bagi kendaraan bermotor. Dari penyulingan cairan yang jernih tadi, masih tertinggal cairan keruh kemerah-merahan. Zat itu bisa digunakan untuk penerangan. Sedang sisa hasil pemasakan kedua menghasilkan cairan kental hitam yang dapat digunakan sebagai pengganti teruntuk memoles pagar, tonggak dan semacamnya. Pada saat kunjungan Presiden ke Lampung, pintu gerbang Sarbini sebagian dicat cairan hitam tadi. Sayang. cat ini pun tidak lekas mengering. Rebus, Goreng Musibahlain dari Aksi-Aksi Militer Belanda dulu itu tentulah kelaparam Mencari bahan makanan sangat sulit.
Tapi kembali manfaat karet digunakan. Biji karet, nyatanya bisa dibuat makanan tambahan, cukup enak menurut selera masyarakat waktu itu. Kalau dibandingkan zaman sekarang terang tidak memadai. Tapi kalau diolah lebih baik tentu tidak mengecewakan. Dan siapa tahu kalau ada yang butuh makanan jenis ini untuk kebutuhan latihan perang misalnya, atau tersesat di hutan karet dan kemudian lapar di situ? Kumpulkanlah biji karet, kemudian kupas kulit kerasnya. Rebus bersama abu dapur sampai setengah matang. Setelah itu dinginkan dan ganti dengan air bersih, diremas sehingga mengelupas dari kulit arinya.
Selanjutnya rendamlah dengan air bersih kira-kira 2 hari 2 malam dan airnya diganti-ganti? bersihkanlah bahan daun yang merupakan lapisan dalam kedua belahannya. Kemudian masak lagi dan kalau dirasa sudah cukup matang dikeluarkan dan dicuci bersih, terus dit tuntaskan dari airnya sampai agak kering.
Sekarang mau masak apa dari bahan ini? Boleh digoreng dengan bumbu garam dan bawang putih secukupnya seperti membikin kacang bawang. Juga dapat dijadikan tambahan untuk memasak sayur atau juga tempe, seperti membuat tempe benguk atau koro. Menggorengnya bisa dengan minyak kelapa sawit, minyak kelapa atau kalau mau mewah dengan mentega, dan minyak samin sekalian. Tapi Sarbini yang bekas pejuang revolusi fisik dahulu menggunakan minyak sawit bukan dari bayi sawit. Tapi cairan dari kulit kelapa sawit yang berwarna kuning tua. Minyak ini dulu disuplai untuk bahan bakar minyak lampu sebelum ditemukannya minyak karet.
Masyarakat menggunakannya sebagai minyak goreng karena mahal dan sulitnya minyak kelapa waktu itu. Nah, kalau mau mendapatkan hasil gorengan yang sedikit sedap, caranya hasil penggorengan makanan pertama dibuang. Artinya: yang diperlukan untuk menggoreng adalah sisanya, yang dalam bahasa Jawa disebut minyak jelantah. Sekarang bagaimana peran sarjana-sarjana peneliti LIPI seperti dari LPMB dan Lembaga Kimia Nasional? Sedang Lembaga Kimia Nasional, sudah sukses dalam beberapa hal. Kecuali penelitian pemanfaatan karet alam.
Karena itu, gagasan Sarbini yang bukan Profesor ini boleh dikembangkan lebih lanjut. Pohon karet sebagai sumber bahan bakar & makanan sebaiknya dianalisa dari sekarang. Sebelum didahului oleh Jepang yang sudah menggeser peranan karet sebagai elastomer (bahan elastis) dengan karet sintetisnya yang bukan dari pohon. Pengalaman pahit itu, seyoyanya membuat kita 2 x lebih giat meneliti manfaat-manfaat lain dari karet alam. Sebagai bahan makanan misalnya, biji karet alam belum bebas racun 100%. Tapi mengingat rasanya yang enak serta kadar gizi yang belum diketahui, tidak ada jeleknya kita teliti dari sekarang, bukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar