Kemarin, saat jam pulang tiba, rasanya berat sekali untuk beranjak dari kantor. Bukan juga karena hujan, tapi karena badan yang lemas karena flu menyerang. Membayangkan menempuh perjalanan 25 km dengan si roda dua sungguh membuat malas bertambah-tambah. Akhirnya jam 6 kurang saya kuatkan diri untuk pulang bersama motor kesayangan.
Hari beranjak gelap seiring dengan tibanya beduk maghrib. "Ah, pengin sholat maghrib di masjid Al Bahri," kata saya dalam hati. Masjid Al Bahri terletak di pinggiran jalan DI Panjaitan. Kalau dari arah UKI, letaknya sebelah kiri jalan. Masjidnya cukup besar dan cukup bagus. Letaknya yang strategis, membuat orang mau mampir untuk menunaikan sholat maghrib. Sekitar jam 1/2 tujuh saya sampai di masjid Al Bahri. Parkir motor dan langsung masuk mesjid. Di teras masjid saya melewati penjual minyak wangi. "Wah, kebetulan nih, lagi butuh minyak wangi, nanti beli ah," kata saya dalam hati.
Selesai sholat, saya menghampiri penjual minyak wangi dan duduk di depan dagangannya. Penjual minyak wangi itu memakai kemeja putih dan kopiah. Umurnya sekitar 40 tahunan. Layaknya pedagang kecil, tampilannya sederhana. Minyak wangi jualannya dikemas dalam botol-botol kecil (non alkohol) dan tidak begitu banyak, mungkin hitungan puluhan, diletakkan dalam wadah kotak sederhana. Di samping minyak wangi ada barang dagangan lainnya, yaitu satu kantong plastik kopiah-kopiah bundar. Saya bertanya berapa harga minyak wanginya, dia menjawab Rp 10 ribu. Cukup murah saya pikir. Setelah memilih satu minyak wangi, saya jadi iseng ingin bertanya hal yang berkaitan tentang 'kewirausahaan'. "Anak berapa Pak?" tanya saya memulai pembicaraan. Penjual minyak wangi itu menjawab bahwa dia memiliki 6 orang anak. Tiga orang anaknya merupakan anak angkat. Terus terang saya agak heran, masak sih dia bisa menghidupi 6 orang anak dengan berjualan seperti ini? Lalu saya bertanya lagi, ”Istri Bapak kerja?” Dia menjawab tidak. Saya kemudian bertanya lagi, apakah penghasilannya cukup untuk menghidupi keluarga, dan dia menjawab, ”Alhamdulillah, cukup.” Bagi saya itu saja sudah cukup hebat. Namun, ada hal lain yang membuat saya kagum luar biasa pada Pak Ahmad ini setelah mendengarkan penuturan beliau selanjutnya.
Pak Ahmad ini berhasil mengantarkan anak angkatnya hingga ke jenjang perguruan tinggi. Sampai saat ini pun anak kandungnya masih mengenyam pendidikan yang memadai, diantaranya ada yang di pesantren. Hal lain yang membuat saya kembali geleng-geleng kepala adalah ternyata Pak Ahmad berhasil membiayai dirinya sendiri untuk kuliah dan berhasil menamatkan pendidikan S1. Hanya dari jualan minyak wangi dan kopiah? Ya, benar. Dan meskipun saat ini sudah sarjana, beliau tidak malu untuk berjualan seperti itu. Pernah ada tawaran untuk mengajar, tetapi Pak Ahmad tetap memilih dagang sebagai sumber rizkinya. Dari penuturannya pula saya mendapat pelajaran berharga, bahwa rizki sudah dijamin oleh Allah bagi hamba yang selalu mendekatkan diri pada-Nya. Karena ternyata Pak Ahmad ini sering sholat malam dan menjalankan puasa Daud.
Di akhir pertemuan, Pak Ahmad berpesan agar saya tetap istiqomah (teguh/konsisten) di jalan-Nya. Duh, ini yang berat. Lalu saya bilang, ”Doakan ya Pak.” Pak Ahmad mengangguk sambil berkata, ”Tulus dari dalam hati.” Dan saya percaya beliau orang yang tulus, setulus perjuangannya untuk keluarga dan anak-anak angkatnya. Dan semangat saya pun jadi terbakar di udara jakarta yang lagi dingin ini.
Sepanjang perjalanan pulang saya terus terbayang-bayang perbincangan dengan Pak Ahmad, penjual minyak wangi yang memiliki hati yang juga wangi.
Kamis, 14 Februari 2008
Pak Ahmad, Si Penjual Minyak Wangi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar